Pembangunan pedesaan di masa reformasi mulai menunjukkan upaya pelibatan partisipasi masyarakat. Masuk di era reformasi tahun 1998, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) misalnya, menjadi salah satu program unggulan penanggulangan kemiskinan dengan basis wilayah kecamatan yang dilaksanakan mulai tahun 1998-2006.Pada tahun 2007 PPK berganti nama menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM PPK) dan di tahun 2008 dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan). Tujuan PNPM adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
Dengan munculnya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan konsekuensi bahwa desa memiliki otonomi yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Pembangunan desa merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan sesuai dengan agenda Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK khususnya Nawacita 3 yaitu “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan”. Upaya pembangunan desa di era ini dilaksanakan salah satunya melalui penyaluran dana desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengetasi kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Dana desa merupakan wujud rekognisi (penghargaan) negara terhadap desa terutama untuk memberikan ruang partisipasi aktif pada masyarakat dan desa untuk terlibat dalam pembangunan. Dana desa diharapkan mampu memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas hidup manusia, dan peningkatan penanggulangan kemiskinan.
Paradigma pembangunan menunjukkan posisi negara dalam mewujudkan kesejahteraan warganya. Paradigma yang berbeda menunjukkan cara pandang hingga praktek pembangunan yang berlainan pula (Agusta, Tetiani, Fujiartanto, 2014). Selanjutnya Agusta, Tetiani, dan Fujiartanto (2014) juga menjelaskan bahwa pemikiran tentang pembangunan yang tumbuh saat ini selalu dikaitkan dengan perkembangan mutakhir kapitalisme. Pemikiran yang menyamakan proses pembangunan dengan kapitalisme disebut dengan neoliberalisme (neoliberalism).
Adapun pembangunan yang dilaksanakan sejalan dengan kapitalisme biasa dinamakan intervensionisme (intervensionism). Pembangunan yang melawan kapitalisme mencakup strukturalisme (structuralism), atau minimal menahan laju kapitalisme dalam merugikan lapisan bawah ialah pembangunan alternatif (alternative development) yang juga dikenal sebagai pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development). Terdapat pula emikiran yang menolak konsep pembangunan,tergolong dalam pascapembangunan (post-development).
Paradigma pembangunan pedesaan di Indonesia memiliki perubahan orientasi dari production centered develepment menuju paradigma people centered development.
Paradigma production centered development atau pembangunan yang berorientasi pada produksi seperti ditemui pada periode 1960-an di masa orde baru. Saat itu pembangunan khususnya di pedesaan ditujukan untuk mewujudkan swasembada pangan nasional dengan 4 program utama yaitu Bimbingan Massal (Bimas) untuk meningkatkan produksi beras, Intensifikasi Massal (Inmas) sebagai kelanjutan Bimas, Intensifikasi khusus (Insus) sebagai upaya peningkatan produksi per unit, dan Sapta Usaha Tani. Dalam perkembangannya, setelah masa orde baru, meskipun pembangunan pedesaan belum sepenuhnya ke arah people centered development namun sudah mulai dilakukan upaya itu.
EmoticonEmoticon