PENDAHULUAN
Bebas Sampah adalah Tujuan dan
Cita-Cita
Pertumbuhan pesat di sektor industri pariwisata di
propinsi Bali merupakan imbas dari meningkatnya pendapatan rumah tangga dan
makin beragamnya pola serta jenis konsumsi masyarakat. Kondisi tersebut
ditengarai sebagai sebab bertambahanya volume, beragamnya jenis dan
karakteristik sampah dan limbah, baik itu sampah organik maupun sampah non
organik. Faktor melimpahnya timbulan sampah tidak terlepas dari kemajuan suatu
daerah baik itu di kota-kota besar, desa-desa bahkan sampai dusun-dusun.
Keberhasilan penangan sampah di desa Paksebali merupakan
suatu sinergi yang apik dan cerdik antara pelaku-pelaku industri, masyarakat,
dan aparat pemerintah desa. Kalau dulunya sampah menjadi beban yang cukup berat
bagi masyarakat di desa itu, apalagi dengan terus berkembangnya sentra-sentra
pariwisata di lingkup desa wisata yang punya konsekwensi timbulan sampah baik
sampah organik, non organik maupun B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sekarang
sampah desa Paksebali dikelola oleh Badan usaha milik desa (atau diakronimkan
menjadi Bumdes) merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa di desa
Paksebali yang mengadakan kerjasama dengan Indonesia Power anak perusahaan PLN
yang menjalankan usaha komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik. Saat
ini Indonesia Power merupakan perusahaan pembangkitan listrik dengan daya mampu
terbesar di Indonesia.
Paparan bagaimana Inovasi manajemen BumDes sebagai pengelola Tempat Pengolahan Sampah (TPS) di
Desa Paksebali, Klungkung, yang bangunannya baru diresmikan awal Desember 2018
memiliki lahan seluas sekitar 2,5 are, dan 14 orang pekerja yang dibagi tugas
dalam dua “shift” (giliran) untuk
mengolah sampah. Setiap harinya, rata-rata TPS itu menerima sekitar dua truk
sampah yang terdiri dari sampah organik dan anorganik atau sampah plastik hasil
limbah rumah tangga. Tujuan utamanya adalah bagaimana menciptakan desa yang
Bebas Sampah.
Penulis
bersama Prebekel Desa Paksebali I Putu Ariadi di lokasi TOSS , KSM Nangun
Resik.
Istilah bebas sampah (bahasa Inggris:
zero waste), seluruh
dunia mengaungkannya, masyarakat dunia sudah mulai menyadari masalah sampah ini
dan semua negara berbenah menyiapkan sistem-sistem yang mampu mengurangi
timbulan sampah dan mengelola seluruh timbulan sampah. Zero waste adalah terminologi dari sebuah filsafat yang
mendorong perancangan ulang daur sumberdaya, dari sistem linier menuju siklus
tertutup, sehingga semua produk digunakan kembali. Idealnya tidak ada sampah yang dikirim
ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan insinerator atau teknologi termal lainnya
(gasifikasi, pirolisis). Proses yang terbaik adalah meniru bagaimana sumberdaya
di daur ulang secara alami.
Penulis
sedang di lokasi TOSS Desa Paksebali bersama Prebekel Paksebali, dan Tenaga
Ahli Kementerian Desa dengan sikap tangan “Zero Waste”
Definisi
Bebas Sampah yang diakui secara internasional, yang digunakan oleh Zero Waste Internasional Aliance (ZWIA)
adalah: Konservasi semua sumber
daya dengan cara produksi, konsumsi, penggunaan kembali, dan pemulihan produk,
kemasan, dan bahan yang bertanggung jawab tanpa terbakar dan tanpa pembuangan
ke tanah, air, atau udara yang mengancam lingkungan atau kesehatan manusia. Bebas
Sampah adalah tujuan etis, ekonomis, efisien, dan visioner, untuk memandu
masyarakat dalam mengubah gaya hidup dan praktik-praktik mereka dalam meniru
siklus alami yang berkelanjutan, dimana semua material yang tidak terpakai lagi
dirancang untuk menjadi sumber daya bagi pihak lain untuk menggunakannya.
Bebas
Sampah berarti merancang dan mengelola produk dan proses untuk secara
sistematis menghindari dan menghilangkan jumlah dan daya racun limbah dan
material, melestarikan dan memulihkan semua sumber daya, dan tidak membakar
atau menguburnya. Menerapkan
Bebas Sampah akan menghilangkan semua pencemaran
tanah, air atau udara yang mengancam kesehatan planet, manusia, hewan atau
tanaman. Bebas
Sampah mengacu pada pengelolaan sampah dan pendekatan perencanaan yang
menekankan pencegahan sampah atau
dengan kata lain mengurangi jumlah timbulan sampah sebagai
lawan dari pendekatan pengelolaan end of
pipe. Ini
adalah pendekatan sistem yang menyeluruh yang menyasar perubahan besar-besaran
pada bagaimana material mengalir melalui masyarakat, sehingga tidak ada yang
sia-sia. Pengelolaan
sampah sistem end of pipe menyebabkan
masyarakat menjadi resisten terhadap TPA, masyarakat menolak keberadaan TPA,
semacam NIMBY Syndrome ( Not in my back
yard ), ini menjadi dilema setiap pemerintah kabupaten/ kota sehingga konep
Bebas Sampah menjadi sebuah cita-cita.
Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sente di Bali (Sumber: https://wartabalionline.com)
Bebas
Sampah mencakup lebih dari sekedar menghilangkan
sampah melalui daur ulang dan penggunaan kembali, berfokus pada merancang ulang
sistem produksi dan distribusi untuk mengurangi limbah. Bebas Sampah lebih merupakan tujuan atau
cita-cita daripada sekedar target
yang sulit dicapai.
Mememng harus disadari bahwa Bebas
Sampah menyediakan prinsip-prinsip pemandu untuk upaya penghilangan sampah
secara terus menerus.
Pengembang dalam hal ini di paksa
untuk menciptakan alternatif baru yang semula sampah itu adalah bahan atau barang
sekali pakai menjadi barang yang bisa digunakan berulang ulang.
Menghilangkan
sampah dari awal memerlukan keterlibatan yang intensif terutama dari pelaku industri, masyarakat
dan
pemerintah, karena mereka mermiliki posisi yang lebih kuat daripada hanya melibatkan individu. Bebas Sampah tidak akan mungkin terwujud
tanpa upaya dan tindakan signifikan dari pelaku
industri, masyarakat dan pemerintah. Industri memiliki kontrol atas desain
produk dan kemasan, manufaktur proses dan penentuan bahan yang digunakan. Masyarakat adalah konsumen, pemakai dan sumber timbulan
sampah, sementara Pemerintah memiliki kemampuan untuk membuat
kebijakan dan memberikan subsidi untuk desain proses produksi yang lebih baik
dan kemampuan untuk mengembangkan dan menerapkan strategi pengelolaan sampah
yang komprehensif yang dapat menghilangkan sampah daripada sekadar mengelolanya.
Seandainya
dunia ini bebas sampah, barangkali tidak perlu
ada unit khusus di pemerintahan yang
tugasnya mengelola dan menangani tata kelola sampah .
Kenyataannya, sampah selalu ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Berbagai masalah timbul akibat sampah di
lingkungan kita. Mulai dari sampah yang dibuang sembarangan, sampai bencana di
tempat pembuangan akhir sampah yang merenggut nyawa manusia.
Sebagai
salah satu sumber sampah, setiap rumah tangga perlu ikut berperan dalam
menangani sampah. Jika dilakukan bersama dengan segenap masyarakat, upaya
menangani sampah dapat memberi manfaat yang besar bagi kebersihan lingkungan
dan kesehatan masyarakat. Salah
satu proses penting untuk melakukan perubahan adalah melalui pemahaman dan
pengetahuan, terutama bagi para kader yang akan menjadi penggerak berbagai
kegiatan di masyarakat.
Selama ini sebagian besar masyarakat
masih memandang sampah sebagai
barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam
mengelola sampah masih
bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe),
yaitu sampah dikumpulkan,
diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan
volume yang besar di lokasi
tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi
gas rumah kaca dan memberikan
kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam
diperlukan jangka waktu yang
lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.
Seperti dikatakan
sebelumnya bahwa paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu
pada pendekatan akhir
sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru
memandang sampah sebagai
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi,
kompos, pupuk ataupun untuk
bahan baku industri. Ataupun berbentuk
bahan bakar dan energi yang terbarukan.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu,
sejak sebelum dihasilkan suatu
produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan
sehingga menjadi sampah, yang
kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru
tersebut dilakukan dengan
kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan,
penggunaan kembali,
dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan,
dan pemrosesan akhir.
Terminologi Umum Limbah dan Sampah
Beberapa terminologi umum yang
penting kita ketahui dalam pemahaman kita tentang pengelolaan limbah dan
sampah, walaupun beberapa terminologi dari beberapa pendapat para ahli itu
bervariasi untuk satu istilah, namun bila dicermari kita menemukan kesamaan
makna, beberapa terminologi umum yang dirasa cukup penting dan relevan dalam
kaitan penulisan ini adalah sebagai berikut: Limbah, adalah Semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan
hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge),
cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan
lagi. Walaupun dianggap sudah tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan
tersebut kadang–kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan
baku (Damanhuri dan
Padmi, 2010:5). Ada juga yang menyebutkan, Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik
lainnya (grey water).
Limbah bisa dibagi
berdasarkan sumbernya seperti halnya: 1. Limbah kegiatan masyarakat desa/kota,
2. Limbah akibat kegiatan Industri, 3. Limbah akibat kegiatan pertambangan, 5.
Limbah akibat Pertanian.
Berdasarkan fasenya
/ bentuknya, limbah dapat dibagi menjadi: 1. Limbah Gas, 2. Limbah Cair, 3.
Limbah Lumpur, 4. Limbah Padat.
Gambar:
Jenis-jenis limbah, (sumber: https://www.slideshare.net)
Berdasarkan sifat bahayanya,
Limbah dibagi menjadi: 1. Limbah Bahan berbahaya dan Beracun (B3), dan 2.
Limbah Domestik (dihasilkan dari aktivitas primer kegiatan sehari-hari
manusia), seperti halnya, kegiatan mencuci pakaian dan makanan, mandi, kakus
(tinja dan air seni), menyiram, dan kegiatan lain yang menggunakan air di
rumah, hal ini menimbulkan limbah domestik cair.
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas
pencemaran limbah di alam adalah volume atau jumlah limbah, kandungan bahan
pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini
diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. biasanya pengolahan limbah ini dapat
dibedakan menjadi: 1. Pengolahan
menurut tingkatan perlakuan, dan 2.
Pengolahan
menurut karakteristik limbah.
Untuk mengatasi berbagai limbah dan air
limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis
layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai
bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain ataupun pemerintah. Ada juga layanan
sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau
penghuni rumah, seperti jamban, septic
tank misalnya, itulah kenapa keterlibatan masyarakat secara
menyeluruh sangat diperlukan.
Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi
untuk menangani limbah Air kakus. Jamban
yang layak harus memiliki akses air bersih yang cukup dan tersambung ke unit
penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka
masyarakat perlu memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.
Layanan drainase lingkungan adalah
penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan
menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima.
Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air
hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan
yang cukup dan terbebas dari sampah. Penyediaan
air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam
jumlah yang cukup, karena
air bersih memang sangat berguna di masyarakat.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3)
Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Sedangkan sesuai
definisi pada Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan,
merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang
termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun
yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses,
dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus.
Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji
dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Karakteristik limbah B3
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 °C,
760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan sekitarnya. Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang
mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
1. Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang
dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60 °C (
F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan
api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
2. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan
tekanan standar (
, 760 mmHg) dapat
mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan
kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang
terus menerus.
3. Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
4. Merupakan limbah pengoksidasi.
Limbah beracun
adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
ke dalam tubuh melalui pemafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk
identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mu tu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)
pencemar organik dan anorganik dalam limbah. Apabila limbah mengandung salah
satu pencemar yang terdapat, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari
nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3.
Bila nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut
maka dilakukan uji toksikologi.
Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari
tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah
lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular .Limbah ini berbahaya
karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan
pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan
limbah.
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu
sifat-sifat sebagai berikut:
1. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat
menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
2. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air
3. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi
menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
4. Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada
kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasi1kan gas, uap atau asap beracun
dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
5. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu
dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg).
6. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi.
Gambar:
Simbol Limbah B3 & Label Limbah B3 yang perlu diketahui (sumber:
https://sadkes.net)
Limbah B3 yang
berupa Gas biasanya kana mencemari udara. Proses Pencemaran Udara Semua spesies
kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang “bersih” disebut kontaminan.
Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif
terhadap penerima (receptor), bila
ini terjadi, kontaminan disebut cemaran (pollutant).Cemaran
udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau
dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran
primer dan cemaran sekunder.
Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber
cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di
atmosfer.
Sumber cemaran dari
aktivitas manusia (antropogenik)
adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas
yang mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber
antropogenik yaitu: sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi
listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan
sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta
api.
Lima cemaran primer
yang secara total memberikan sumbangan lebih dari 90% pencemaran udara global
adalah:
a. Karbon monoksida (CO),
b. Nitrogen oksida (Nox),
c. Hidrokarbon (HC),
d. Sulfur oksida (SOx)
e. Partikulat.
Selain cemaran
primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang memberikan dampak sekunder
terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran yang dihasilkan akibat
transformasi cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang berbeda. Ada beberapa
cemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal,regional
maupun global yaitu:
a. CO2 (karbon dioksida),
b.
Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke
fog),
c. Hujan asam,
d. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon),
e. CH4 (metana).
Sampah
Sampah seperti yang
dikatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2018 tentang
Pengelolaan Sampah, dikatakan bahwa Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, disebutkan
beberapa istilah dengan penjelannya:
1. Sampah
rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah
sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
3. Pengelolaan
sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
4. Sumber
sampah adalah asal timbulan sampah.
5. Produsen
adalah pelaku usaha yang memroduksi barang yang menggunakan kemasan,
mendistribusikan barang yang menggunakan kemasan dan berasal dari
impor, atau menjual barang dengan
menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
6. Tempat
penampungan sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah
diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat
pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce,
reuse, recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran
ulang skala kawasan.
8. Tempat
pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat TPST adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran
ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
9. Tempat
pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memroses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan.
Penggolongan jenis sampah
atau
yang dianggap sejenis sampah di
negara industri (Damanhuri dan Padmi,
2010), dikelompokkan berdasarkan sumbernya seperti :
1.
Pemukiman:
biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain
sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah kebun, kayu,
kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah berbahaya dan sebagainya
2.
Daerah
komersial: yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar,
perkantoran, hotel, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain
kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya dan
beracun, dan sebagainya
3.
Institusi:
yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan lan-lain. Jenis
sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah komersial
4.
Konstruksi
dan pembongkaran bangunan: meliputi pembuatan
konstruksi baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan
antara lain kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain
5.
Fasilitas
umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai,
tempat rekreasi, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain
rubbish, sampah taman, ranting, daun, dan sebagainya
6.
Pengolah
limbah domestik seperti Instalasi pengolahan air minum,
Instalasi pengolahan air buangan, dan insinerator. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara lain lumpur hasil pengolahan, debu, dan sebagainya
7.
Kawasan
Industri: jenis sampah yang ditimbulkan antara lain
sisa proses produksi, buangan non industri, dan sebagainya
8.
Pertanian:
jenis sampah yang dihasilkan antara lain sisa makanan busuk, sisa pertanian.
Penggolongan tersebut di atas lebih
lanjut dapat dikelompokkan berdasarkan cara penanganan dan pengolahannya, yaitu
:
1.
Komponen mudah membusuk (putrescible): sampah rumah tangga,
sayuran, buah-buahan, kotoran binatang, bangkai, dan lain-lain
2.
Komponen bervolume besar dan
mudah terbakar (bulky combustible):
kayu, kertas, kain plastik, karet, kulit dan lain-lain
3.
Komponen bervolume besar dan
sulit terbakar (bulky noncombustible):
logam, mineral, dan lain-lain
4.
Komponen bervolume kecil dan
mudah terbakar (small combustible)
5.
Komponen bervolume kecil dan
sulit terbakar (small noncombustible)
6.
Wadah bekas: botol, drum dan
lain-lain
7.
Tabung bertekanan/gas
8.
Serbuk dan abu: organik
(misal pestisida), logam metalik, non metalik, bahan amunisi dsb
9.
Lumpur, baik organik maupun
non organik
10. Puing
bangunan
11. Kendaraan
tak terpakai
12. Sampah
radioaktif.
Pembagian yang lain sampah dari negara
industri antara lain berupa :
1. Sampah
organik mudah busuk (garbage): sampah
sisa dapur, sisa makanan, sampah sisa sayur, dan kulit buah-buahan.
2. Sampah
organik tak membusuk (rubbish): mudah
terbakar (combustible) seperti
kertas, karton, plastik, dsb dan tidak mudah terbakar (non-combustible) seperti logam, kaleng, gelas.
3. Sampah
sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes).
4. Sampah
bangkai binatang (dead animal):
bangkai tikus, ikan, anjing, dan binatang ternak.
5. Sampah
sapuan jalan (street sweeping):
sisa-sisa pembungkus dan sisa makanan, kertas, daun.
6. Sampah
buangan sisa konstruksi (demolition waste),
dsb.
Sampah yang berasal dari pemukiman/tempat
tinggal dan daerah komersial, selain terdiri atas sampah organik dan anorganik,
juga dapat berkategori B3. Sampah organik bersifat biodegradable sehingga mudah
terdekomposisi, sedangkan sampah anorganik bersifat non-biodegradable sehingga
sulit terdekomposisi. Bagian organik sebagian besar terdiri atas sisa makanan,
kertas, kardus, plastik, tekstil, karet, kulit, kayu, dan sampah kebun. Bagian
anorganik sebagian besar terdiri dari kaca, tembikar, logam, dan debu. Sampah
yang mudah terdekomposisi, terutama dalam cuaca yang panas, biasanya dalam
proses dekomposisinya akan menimbulkan bau dan mendatangkan lalat.
Pada suatu kegiatan dapat dihasilkan jenis
sampah yang sama, sehingga komponen penyusunnya juga akan sama. Misalnya sampah
yang hanya terdiri atas kertas, logam, atau daun-daunan saja. Apabila tidak
tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah
seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua
macam :
1. Sampah
yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk dalam
golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton dan
masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang seragam.
2. Sampah
yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari pasar atau
sampah dari tempat-tempat umum.
Bila dilihat dari status permukiman, sampah
biasanya dapat dibedakan menjadi:
1. Sampah
kota (municipal solid waste), yaitu
sampah yang terkumpul di perkotaan.
2. Sampah
perdesaan (rural waste), yaitu sampah
yang dihasilkan di perdesaan.
Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering
digunakan adalah sebagai (a) sampah
organik, atau sampah basah, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas,
karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah, dan lain-lain, dan
sebagai (b) sampah anorganik, atau
sampah kering yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan logam-logam lainnya,
gelas dan mika. Kadang kertas dimasukkan dalam kelompok ini. Sedangkan bila
dilihat dari sumbernya, sampah perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota di
Indonesia sering dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu :
1. Sampah
dari rumah tinggal: merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau
lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik.
Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan,
plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang
sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang
biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dll. Kelompok
ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau
sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah
tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan
sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterei,
lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas,
dll.
2. Sampah
dari daerah komersial: sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan,
pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini umumnya
dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa
makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur, buah,
makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip
dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi yang berbeda.
3. Sampah
dari perkantoran / institusi: sumber sampah dari kelompok ini meliputi
perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber ini
potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.
4. Sampah
dari jalan / taman dan tempat umum: sumber sampah dari kelompok ini dapat
berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase
kota, dll. Dari daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun / dahan pohon,
pasir / lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas, dll.
5. Sampah
dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota: kegiatan umum dalam
lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan sampah sejenis sampah
domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang perlu mendapat
perhatian adalah, bagaimana agar sampah yang tidak sejenis sampah kota tersebut
tidak masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.
Sampah Berdasarkan sifatnya
Di Indonesia
penggolongan jenis sampah dikutip dari laman https://id.wikipedia.org
Berdasarkan sifat nya, sampah dapat dibagi menjadi beberapa:
1.
Sampah
organik - dapat diurai (degradable), Sampah
Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi
kompos. Contohnya:
Daun, kayu, kulit telur, bangkai hewan, bangkai tumbuhan, kotoran hewan dan
manusia, Sisa makanan, Sisa manusia. kardus, kertas dan lain-lain.
Gambar: Sampah Organik, (Sumber:
https://thegorbalsla.com/sampah/)
2.
Sampah
anorganik – tidak
dapat terurai (undegradable), Sampah Anorganik, yaitu
sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan,
kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya.
Sampah ini dapat dijadikan sampah komersial atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah
plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca,
dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.
Gambar:
Sampah Anorganik. Sumber:http://kholilah12345678.blogspot.com/)
3.
Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3): limbah dari bahan-bahan berbahaya dan beracun seperti limbah rumah sakit,
limbah pabrik dan lain-lain, seperti halnya jarum suntik bekas dari rumah
sakit, balon lampu listrik dan lain-lain.
Gambar:
Sampah B3 (sumber: https://www.liputan6.com/)
Sampah Berdasarkan kemampuan diurai
Berdasarkan
kemampuan diurai oleh alam (biodegradability),
maka sampah dapat
dibagi lagi menjadi:
1. Biodegradable:
yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik
aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian
dan perkebunan.
2. Non-biodegradable:
yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi
menjadi:
1) Recyclable:
sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara
ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
2) Non-recyclable:
sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah
kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam
jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan
limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk
industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang
kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
Sampah Berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu:
1. Sampah alam, yaitu sampah yang diproduksi di
kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya
daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar,
sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di
lingkungan pemukiman.
2. Sampah manusia, sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa
digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat
digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus
dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah
pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang
higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran
pipa (plumbing). Sampah manusia dapat
dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
3. Sampah konsumsi, sampah konsumsi merupakan
sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah
sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum
dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih
jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri.
4. Limbah radioaktif, Sampah nuklir merupakan hasil
dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang
sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Oleh karena itu sampah
nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar
laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).
Gambar: Limbah Radio aktif (Sumber: https://www.kaskus.co.id)
SAMPAH DAN PERMASALAHANNYA
Indonesia diperkirakan menghasilkan 64
juta ton sampah setiap tahun. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK), komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai
60% dari total sampah. Sampah plastik menempati posisi kedua dengan 14% disusul
sampah kertas 9% dan karet 5,5%. Sampah lainnya terdiri atas logam, kain, kaca,
dan jenis sampah lainnya.
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017
Seperti yang dimuat
dalam ringkasan eksekutif Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018 yang sudah
dipublikasikan, Sampah dan limbah telah
menjadi permasalahan nasional. Masalah persampahan sangat terkait dengan
pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan perubahan pola konsumsi
masyarakat. Pada tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 261,89
juta jiwa meningkat dibanding tahun 2000 yang sebesar 206,26 juta jiwa. Tren
pertumbuhan ekonomi juga terus mengalami peningkatan, dengan kontribusi terbesar
dari sektor manufaktur. Produk Domestik Bruto yang dihasilkan dari sektor ini
sebesar 2.739,4 triliun di 2017, meningkat dari tahun 2000 yang hanya sebesar
385,5 triliun. Pertumbuhan pesat di sektor industri juga merupakan imbas dari
meningkatnya pendapatan rumah tangga dan makin beragamnya pola serta jenis
konsumsi masyarakat. Kondisi tersebut
menimbulkan bertambahnya volume, beragamnya jenis, dan karakteristik sampah dan
limbah.
Menurut KLHK dan
Kementrian Perindustrian tahun 2016, jumlah timbulan sampah di Indonesia sudah
mencapai 65,2 juta ton pertahun. Sedangkan dari limbah B3, sisa industri yang
dikelola tahun 2017 sebesar 60,31 juta ton, dan secara akumulasi dari tahun
2015 hanya mencapai kurang dari 40 persen dari target pengelolaan limbah B3 sebesar
755,6 juta ton di 2019. Jenis usaha yang mengelola limbah B3 terbesar adalah pertambangan,
energi dan mineral. Sejalan dengan itu, permasalahan lingkungan dan kesehatan
akibat sampah dan limbah juga bertambah.
Gambar:
Pencemaran Lingkungan Hidup
https://lingkunganhidup.co/pencemaran-lingkungan-hidup/
Kualitas air sungai
di Indonesia umumnya berada pada status tercemar berat. Tahun 2018 25,1 persen
desa mengalami pencemaran air, dan sekitar 2,7 persen desa tercemar tanahnya.
Sampah juga berkontribusi terhadap kejadian banjir yang terus meningkat dari
tahun ketahun, pada tahun 2016 dan 2017 sebanyak 1.805 banjir terjadi di
Indonesia serta menimbulkan 433 korban jiwa. Kondisi yang mengkhawatirkan
adalah angka kematian (CFR) akibat kejadian luar biasa diare pada tahun 2016 sebesar
3,04 persen, padahal CFR diharapkan kurang dari 1 persen.
Pencemaran
Lingkungan (Air) dari limbah Rumah tangga dan B3
http://mediak3.com/contoh-limbah-b3-rumah-tangga-dan-cara-menanganinya/
Timbulan sampah dan
buangan limbah berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan, oleh karena itu
perlu dilakukan langkah penanganan. Penanganan sampah dan limbah ini sejalan
dengan target Sustainable Development
Goals (SDGs) tujuan 12.5, bahwa pada tahun 2030 setiap negara secara
substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur
ulang, dan penggunaan kembali, untuk dapat menjamin pola produksi dan konsumsi
yang berkelanjutan. Regulasi dalam menangani permasalahan sampah dan limbah
tertuang dalam UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan
turunannya, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Perpres No. 97 tahun 2017, pemerintah
menargetkan pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga sebesar 30 persen dan penanganannya mencapai 70 persen sampai 2025.
Upaya yang dilakukan
pemerintah diantaranya dengan mengalokasikan anggaran perlindungan lingkungan
pada APBN dan APBD. Besarnya alokasi setiap daerah berbeda, anggaran terbesar
diberikan pemerintah DKI Jakarta sebesar 1,3 triliun atau sebesar 2,18 persen
dari total APBD. Sayangnya secara nasional porsi alokasi RAPBN 2018 hanya
sebesar 1,1 persen total RAPBN atau sebesar 15,4 triliun.
Penanganan sampah
dan limbah juga perlu didukung sarana dan prasarana yang memadai. KLHK
menyatakan sudah terdapat 5.244 Bank Sampah di Indonesia. Sedangkan untuk
pengelolaan limbah domestik, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) pada tahun 2015 sudah membangun 25 Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) terpusat, 180 IPAL kawasan serta 155 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) di Indonesia. Upaya pengelolaan sampah juga dilakukan dengan mendorong
pemimpin daerah membangun partisipasi aktif masyarakat serta dunia usaha untuk
mewujudkan kota berkelanjutan melalui program Adipura. Pada periode 2016-2017
jumlah kabupaten/kota dengan TPA bukan open
dumping mencapai 188 dari 355 kabupaten/kota yang dipantau. Sedangkan dalam
mengurangi limbah B3 yang masuk ke lingkungan, pemerintah melakukan pengawasan
dan penilaian kinerja perusahaan melalui Program Peringkat Kinerja Perusahaan
(PROPER). Pada periode 2016-2017 perusahaan dengan peringkat PROPER minimal
Biru mencapai 92,7 persen dari 1.655 perusahaan.
Skema
perjalanan sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Modul Pelatihan
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (USAID)
Menumbuhkan
kepedulian terhadap lingkungan perlu dilakukan oleh semua kalangan, pemerintah,
swasta dan terutama masyarakat sebagai penyumbang dan penerima ekses negatif
pencemaran. Untuk itu masyarakat harus mengambil peran dalam pengurangan dan
penanganan sampah. Namun sayangnya pada hasil Susenas Modul Ketahanan Sosial
2017, menunjukkan hanya 8,7 persen rumah tangga selalu membawa tas belanja
sendiri untuk mengurangi sampah. Sedangkan rumah tangga yang melakukan
kegiatan daur ulang hanya 1,2 persen rumah tangga,
sementara 66,8 persen rumah tangga masih membakar sampah untuk penanganan
sampahnya.
Sampai saat ini paradigma pengelolaan
sampah yang digunakan adalah: KUMPUL – ANGKUT dan BUANG [10], dan andalan utama
sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan
landfilling pada sebuah TPA. Pengelola kota cenderung kurang memberikan
perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus
kegagalan TPA. Pengelola kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya
dapat menyelesaikan semua persoalan sampah, tanpa harus memberikan perhatian
yang proporsional terhadap sarana tersebut. TPA dapat menjadi
bom waktu bagi pengelola kota.
Penyingkiran dan pemusnahan sampah atau
limbah padat lainnya ke dalam tanah merupakan cara yang selalu digunakan,
karena alternatif pengolahan lain belum dapat menuntaskan permasalahan yang
ada. Cara ini mempunyai banyak resiko, terutama akibat kemungkinan pencemaran
air tanah. Di negara majupun cara ini masih tetap digunakan walaupun porsinya
tambah lama tambah menurun. Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah yang
dikenal sebagai landfilling merupakan cara yang sampai saat ini paling banyak
digunakan, karena biayanya relatif murah, pengoperasiannya mudah dan luwes
dalam menerima limbah. Namun fasilitas ini berpotensi mendatangkan masalah pada
lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang dapat mencemari air tanah serta
timbulnya bau dan lalat yang mengganggu, karena biasanya sarana ini tidak
disiapkan dan tidak dioperasikan dengan baik .
Dilihat dari komposisi sampah, maka
sebagian besar sampah kota di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau
secara umum dikenal sebagai sampah organik. Sampah yang tergolong hayati ini
untuk kota-kota besar bisa mencapai 70 % dari total sampah, dan sekitar 28 %
adalah sampah non- hayati yang menjadi obyek aktivitas pemulung yang cukup
potensial, mulai dari sumber sampah (dari rumah-rumah) sampai ke TPA. Sisanya
(sekitar 2%) tergolong B3 yang perlu dikelola tersendiri .
Limbah B3, https://www.utakatikotak.com/
Penanganan sampah yang berlangsung di
Indonesia sampai saat ini adalah
masih lebih banyak dalam aktivitas pengurugan.
Sampah yang dibuang ke lingkungan akan
menimbulkan masalah bagi kehidupan dan kesehatan lingkungan, terutama kehidupan
manusia. Masalah tersebut dewasa ini menjadi isu yang hangat dan banyak
disoroti karena memerlukan penanganan yang serius. Beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan keberadaan sampah, di antaranya :
1. Masalah
estetika (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan bagi pandangan
mata. Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau adanya tumpukan sampah yang
terbengkelai adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagaian besar
masyarakat.
2. Sampah
yang terdiri atas berbagai bahan organik dan anorganik apabila telah
terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar, merupakan sarang atau tempat
berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor penyakit, seperti
lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan sebagainya. Juga merupakan sumber
dari berbagai organisme patogen, sehingga akumulasi sampah merupakan sumber
penyakit yang akan membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang bertempat
tinggal dekat dengan lokasi pembuangan sampah.
3. Sampah
yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari udara. Bau yang timbul
akibat adanya dekomposisi materi organik dan debu yang beterbangan akan
mengganggu saluran pernafasan, serta penyakit lainnya.
Gamgar: Tong Sampah Oval tiga
pilah (Sumber: http://biogiftmultisistem.web.id/)
4. Timbulan
lindi (leachate), sebagai efek
dekomposisi biologis dari sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari
badan air sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah
oleh lindi merupakan masalah terberat yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan
sampah.
5. Sampah
yang kering akan mudah beterbangan dan mudah terbakar. Misalnya tumpukan sampah
kertas kering akan mudah terbakar hanya karena puntung rokok yang masih
membara. Kondisi seperti ini akan menimbulkan bahaya kebakaran.
6. Sampah
yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air buangan dan
drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan bahaya banjir akibat
terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.
7. Beberapa
sifat dasar dari sampah seperti kemampuan termampatkan yang terbatas,
keanekaragaman komposisi, waktu untuk terdekomposisi sempurna yang cukup lama,
dan sebagainya, dapat menimbulkan beberapa kesulitan dalam pengelolaannya.
Misalnya, diperlukan lahan yang cukup luas dan terletak agak jauh dari
pemukiman penduduk, sebagai lokasi pembuangan akhir sampah. Volume sampah yang
besar merupakan masalah tersendiri dalam pengangkutannya, begitu juga dengan
masalah pemisahan komponen-komponen tertentu sebelum proses pengolahan.
8. Di
negara-negara berkembang, seperti Indonesia, kurangnya kemampuan pendanaan,
skala prioritas yang rendah, kurangnya kesadaran penghasil sampah merupakan
masalah tersendiri dalam pengelolaan sampah, khususnya di kota-kota besar.
Pertambahan penduduk yang demikian pesat di
daerah perkotaan (urban) maupun
dipedesaan karena kelahiran, telah mengakibatkan
meningkatnya jumlah timbulan sampah. Dari studi dan evaluasi yang telah
dilaksanakan di kota-kota di Indonesia, dapat diidentifikasi masalah-masalah
pokok dalam pengelolaan persampahan kota
dan bahkan di desa, diantaranya :
1. Bertambah
kompleksnya masalah persampahan sebagai konsekuensi logis dari pertambahan
penduduk kota dan desa .
2. Peningkatan
kepadatan penduduk menuntut pula peningkatan metode/pola pengelolaan sampah
yang lebih baik.
3. Keheterogenan
tingkat sosial budaya penduduk kota menambah kompleksnya permasalahan.
4. Situasi
dana serta prioritas penanganan yang relatif rendah dari pemerintah daerah
merupakan masalah umum dalam skala nasional.
5. Pergeseran
teknik penanganan makanan, misalnya menuju ke pengemas yang tidak dapat terurai
seperti plastik.
6. Keterbatasan
sumber daya manusia yang sesuai yang tersedia di daerah untuk menangani masalah
sampah.
7. Pengembangan
perancangan peralatan persampahan yang bergerak sangat lambat.
8. Partisipasi
masyarakat yang pada umumnya masih kurang terarah dan terorganisir secara baik.
9. Konsep
pengelolaan persampahan yang kadangkala tidak cocok untuk diterapkan, serta
kurang terbukanya kemungkinan modifikasi konsep tersebut di lapangan.
Peningkatan
jumlah penduduk menyebabkan peningkatan aktivitas penduduk yang berarti juga
peningkatan jumlah timbulan sampah. Masalah pengelolaan sampah perkotaan antara
lain adalah keterbatasan peralatan, lahan, dan sumber daya manusia. Masalah ini
timbul di kota-kota besar ataupun kota-kota kecil, seperti telah dijelaskan
sebelumnya. Pengelolaan persarnpahan mempunyai beberapa tujuan yang sangat
mendasar yang meliputi :
1. Meningkatkan
kesehatan lingkungan dan masyarakat.
2. Melindungi
sumber daya alam (air)
3. Melindungi
fasilitas sosial ekonomi
4. Menunjang
pembangunan sektor strategis.
Pengelolaan persampahan di negara
industri sering didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, mulai
dari pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, proses, dan pembuangan
akhir sampah, dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi,
keteknikan/engineering, konservasi, estetika, lingkungan, dan juga terhadap
sikap masyarakat. Keberhasilan pengelolaan, bukan hanya tergantung aspek teknis
semata, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana mengatur
sistem agar dapat berfungsi, bagaimana lembaga atau organisasi yang sebaiknya
mengelola, bagaimana membiayai sistem tersebut dan yang tak kalah pentingnya
adalah bagaimana melibatkan masyarakat penghasil sampah dalam aktivitas
penanganan sampah. Untuk menjalankan sistem tersebut, harus melibatkan berbagai
disiplin ilmu, seperti perencanaan kota, geografi, ekonomi, kesehatan
masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, dan ilmu bahan. Sebelum
UU- 18/2008 dikeluarkan, kebijakan pengelolaan sampah perkotaan (yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum) di Indonesia memposisikan bahwa
pengelolaan sampah perkotaan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari 5
komponen sub sistem, yaitu :
• Peraturan
/ hukum
• Kelembagaan
dan organisasi
• Teknik
operasional
• Pembiayaan
• Peran
serta masyarakat.
Namun bila diperhatikan, konsep ini sebetulnya
berlaku tidak hanya untuk pendekatan pemecahan masalah persampahan, tetapi
untuk sektor lain yang umumnya terkait dengan pelayanan masyarakat. Oleh
karenanya kelima komponen tsb lebih tepat disebut sebagai aspek-aspek penting
yang mempengaruhi manajemen persampahan.
Dampak Sampah Bagi Masyarakat
Terhadap Kesehatan, lokasi dan pengelolaan
sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan
tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang
seperti lalat, kecoa, dan tikus yang dapat menimbulkan penyakit.
Gambar: Penyakit akibat sampah Organik. (https://www.slideshare.net/ArsyaWina/penyakit-akibat-sampah)
Gambar Penyakit akibat Sampah Non-Organik (sumber:
https://www.slideshare.net/ArsyaWina/penyakit-akibat-sampah
Potensi bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan sampah adalah sebagai berikut:
1.
Penyakit diare, kolera, tifus
menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan
tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
2.
Penyakit jamur dapat juga
menyebar (misalnya jamur kulit).
3.
Penyakit yang dapat menyebar
melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang
dijangkitkan oleh cacing pita (taenia).
Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui
makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
4.
Sampah beracun: Telah
dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi
ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah
yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
Dampak Sampah Terhadap Lingkungan
Dampak
terhadap ekosistem perairan, sampah yang dibuang
sembarangan ke berbagai tempat dibedakan menjadi dua yaitu sampah organik dan
sampah an-organik. Pada satu sisi sampah organik ini juga dianggap dapat
mengurangi kadar oksigen ke dalam lingkungan perairan, sampah an-organik dapat
juga mengurangi sinar matahari yang memasuki ke dalam lingkungan perairan,
sehingga mengakibatkan proses esensial dalam ekosistem seperti fotosintesis
akan menjadi terganggu. Sampah organik dan an-organik membuat air menjadi
keruh, kondisi akan mengurangi organisma yang hidup dalam kondisi seperti itu.
Sehingga populasi hewan kecil-kecil akan terganggu.
Rembesan cairan yang masuk ke dalam
drainase atau sungai akan tercemari. Berbagai mahluk hidup seperti ikan
dipastikan akan mati sehingga beberapa spesies ikan akan musnah sehingga akan
merubah kondisi ekosistem perairan secara biologis. Penguraian sampah yang
dibuang secara langsung ke dalam air atau sungai akan tercipta asam organik dan
gas cair organik, seperti misalnya metana, selain menimbulkan gas yang berbau,
gas ini dengan konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan peledakan.
Gambar:
Pencemaran Air akibat Sampah (Sumber: https://www.geologinesia.com/)
Dampak
terhadap ekosistem daratan, sampah yang dibuang secara
langsung dalam ekosistem darat akan mengundang organisma tertentu menimbulkan
perkembangbiakan seperti tikus, kecoa, lalat, dan lain sebagainya.
Perkembangbiakan serangga atau hewan tersebut dapat meningkat tajam.
Gambar: Pencemaran lapisan tanah karena Sampah (Sumber: http://imfcrow.blogspot.com/)
Dampak Sampah Terhadap Sosial dan
Ekonomi
Sampah yang tidak dikelola dengan baik
akan memiliki dampak terhadap sosial ekonomi di suatu daerah, beberapa
dampaknya antara lain:
1.
Pengelolaan sampah yang
kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat:
bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran
dimana-mana.
2.
Memberikan dampak negatif
terhadap kepariwisataan.
Gambar:
Sampah di Pantai yang mempengaruhi Wisatawan (sumber: https://lifestyle.okezone.com/)
3.
Pengelolaan sampah yang tidak
memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini
adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit)
dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas).
4.
Pembuangan sampah padat ke
badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas
pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
5.
Infrastruktur lain dapat juga
dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya
yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang
atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini
mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
Gambar:
Dampak Sampah terhadap kehidupan sosial (Sumber: http://superboymy.blogspot.com/)
SUMBER,
KARAKTERISTIK, DAN TIMBULAN SAMPAH DI DESA PAKSEBALI
Profil Wilayah Desa Paksebali
Desa Paksebali
merupakan satu dari 12 Desa di Kecamatan Dawan dan terletak di sebelah timur
Kota Semarapura yang berjarak 1 Km. Desa Paksebali juga salah satu Desa yang
termasuk pendukung peraih Adi Pura.
Desa Paksebali
terdiri dari 5 Banjar Dinas, yaitu Banjar Dinas Kanginan, Banjar Dinas Kawan,
Banjar Dinas Peninjoan, Banjar Dinas Bucu dan Banjar Dinas Timbrah serta
terbagi atas 8 Banjar/Pesamuan, yaitu Banjar Kanginan, Banjar Kawan, Banjar
Peninjoan, Banjar Timbrah, Banjar Bucu, Pesamuan Puri Satria Kawan, Pesamuan
Puri Satria Kaleran dan Pesamuan Puri Satria Kanginan.
Desa Paksebali
termasuk wilayah Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Desa ini
termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian ±100 m dari permukaan air
laut, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Di Sebelah Utara (Desa Loka
Sari, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem), Di Sebelah Timur (Desa Sulang),
Di Sebelah Selatan (Desa Sampalan Tengah), Di Sebelah Barat (Sungai Kali Unda).
Peta
wilayah Desa Paksebali
Desa Paksebali
Kecamatan Dawan terus berbenah untuk meningkatkan potensi pariwisatanya.
Sebagai desa wisata, berbagai persiapan telah dilakukan untuk menunjang
pariwisata, seperti melakukan kerjasama Pengelolaan sampah setempat antara
Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Desa Paksebali dengan koperasi dari PT
Indonesia Power, atau IP, IP adalah sebuah anak perusahaan PLN menjalankan
usaha komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik. Saat ini Indonesia
Power merupakan perusahaan pembangkitan listrik dengan daya mampu terbesar di Indonesia.
Selain itu desa Paksebali mengadakan penataan desa wisatanya seperti dam dan
areal pemandian umum Sungai Unda, pembangunan restoran, penataan taman dan patung
sekitar desa. Berkembangnya desa wisata ini otomatis menjadi sumber timbulan
sampah baru, terutama dari pedagang dan pengunjung.
Desa
Wisata Paksebali
Sumber Sampah Desa paksebali
Secara praktis
sumber sampah di desa Paksebali dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
a. Sampah dari permukiman, atau sampah rumah tangga
b. Sampah dari non-permukiman yang sejenis sampah rumah
tangga, seperti dari pasar, daerah komersial dsb.
Sampah dari kedua jenis sumber ini (a dan b) dikenal
sebagai sampah domestik. Sedang sampah non-domestik adalah sampah atau limbah
yang bukan sejenis sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses industri.
Bila sampah domestik ini berasal dari lingkungan perkotaan, dalam bahasa
Inggeris dikenal sebagai municipal solid
waste (MSW).
Berdasarkan hal
tersebut di atas, dalam pengelolaan sampah di Desa Paksebali, sumber sampah desa
dibagi berdasarkan:
a. Permukiman
atau rumah tangga dan sejenisnya
b. Pasar
c. Kegiatan
komersial seperti dagang dan pertokoan
d. Hotel dan
restoran
e. Kegiatan dari institusi seperti industri,
rumah sakit, dll.
f. hasil Penyapuan
jalan
g. Sampah taman-taman.
Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai atau drainase
air hujan, yang cukup banyak dijumpai. Sampah dari masing-masing sumber
tersebut dapat dikatakan mempunyai karakteristik yang khas sesuai dengan
besaran dan variasi aktivitasnya. Demikian juga timbulan (generation) sampah masing- masing sumber tersebut bervariasi satu
dengan yang lain.
Timbulan Sampah Desa Paksebali
Secara teori, data
mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal yang
sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu
wilayah. Data tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu alternatif
sistem pengelolaan sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan
berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain .
1. Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan,
dan pengangkutan
2. Perencanaan rute pengangkutan
3. Fasilitas untuk daur ulang
4. Luas dan jenis TPA.
Bagi sebuah desa seperti
Paksebali yang ada di wilayah seperti Indonesia dan beriklim tropis, faktor
musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Dalam hal ini, musim bisa
terkait musim hujan dan kemarau, tetapi dapat juga berarti musim buah-buahan
tertentu. Di samping itu, berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh faktor
sosial budaya lainnya. Oleh karenanya, sebaiknya evaluasi timbulan sampah
dilakukan beberapa kali.
Menurut keterangan data
yang diberikan oleh prebekel atau kepala Desa Paksebali, jumlah penduduk di
keseluruhan wilayah desa Paksebali berkisaran 5.500 jiwa. Sementara sampah yang
ditimbulkan sesuai dengan pengalaman yang dialami pengangkut sampah desa,
berkisaran dua truk (sekitar 6 s/d 8 m3) setiap harinya, dan berat nya berkisaran
antara 1.2 s/d 2 ton perhari. Hal ini berarti 0.3 kg sampah per jiwa per
harinya. Hal ini disebabkan karena jenis sampah terbanyak adalah sampah organik
dari rumah tangga berupa sayur, buah, daun, bunga dan janur bekas canang
orang-orang Hindu sembahyang.
Gambar: Sampah sisa upacara sembahyang di Bali (Sumber:
https://www.akriko.com/)
Karakteristik Sampah desa Paksebali
Hal yang lebih spesifik
lagi, daerah-daerah di pulau Bali yang penduduk desanya mayoritas beragama
Hindu, upacara-upacara keagamaan lebih banyak menggunakan Janur untuk canang,
dau-daunan, bunga, dan buah ataupun kue-kue. Semua sesajian itu setelah selesai
upacara akan sebagian akan menjadi sampah. Hampir 90 % sampah yang dihasilkan
adalah sampah organik yang mudah diurai. Mungkin ini salah satu sebab kenapa
PT.Indonesia Power memilih Bali, utamnya kabupaten Klungkung menjadi pilot
projek Listrik Kerakyatan yang produksi nya merupakan hasil dari olahan sampah
setempat.
Gambar:
Sampah Upakara Yadnya di Bali (sumber: https://phdi.or.id/)
Gambar
: Pelet yang sudah jadi di lokasi TOSS Desa Paksebali
Menurut informasi dari
prebekel desa Paksebali, dari rata-rata 2 truk sampah desa Paksebali per hari,
kisaran 20-30 % adalah sampah plastik. Dengan sistem pengolahan TOSS yang
dibangun di desa Paksebali, seluruh sampah organik dan sebagian sampah plastik
seperti kantong kresek, sapat didaur menjadi pelet, sampah plastik yang
berharga untuk di daur ulang dijual ke pengepul, dan sampah plastik atau
non-organik yang tidak bisa diolah jadi pelet dengan sistem TOSS akan dibuang
ke TPA Kung, yang mana besarannya tidak sampai 10 % dari sampah organik yang
diolah di TOSS.
Pengembangan Tempat Olah
Sampah Setempat (TOSS) dan Peningkatan Pemanfaatan di Sektor Energi Terbarukan
(EBT) di Kabupaten Klungkung” dengan Indonesia Power, Rabu, (27/3/2019) lalu,
di Jakarta. Program kerja sama ini merupakan langkah tindak lanjut Bupati I
Nyoman Suwirta dalam menyukseskan program TOSS
BUMDES
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PAKSEBALI
Organisasi Badan Usaha Milik Desa
Badan usaha milik
desa (atau diakronimkan menjadi Bumdes) merupakan usaha desa yang dikelola oleh
Pemerintah Desa, dan berbadan hukum. Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan
Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Pembentukan Badan
Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kepengurusan Badan Usaha
Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat desa setempat.
Permodalan Badan
Usaha Milik Desa dapat berasal dari Pemerintah Desa, tabungan masyarakat,
bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas
dasar saling menguntungkan. Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman,
yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Gambar:
BUMDES Pakse Bali “Sulap” Sampah Jadi Rupiah (Sumber: https://nuswantara.id/)
Alokasi Dana Desa
adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
oleh Kabupaten/Kota.
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Menurut penelitian
Dewata, dkk (2019), Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Paksebali berdiri mulai
Tanggal 17 Juni 2014 berdasarkan Surat Peraturan Desa Paksebali No.09 Tahun
2014. BUMDES Paksebali didirikan dengan tujuan untuk mengelola segala potensi
yang ada di Desa Paksebali dan melayani kebutuhan yang dibutuhkan oleh
masyarakat desa. Keberadaan BUMDES yang sudah di tetapkan dalam Perda Desa
tersebut diharapkan oleh Pemerintah Desa agar dapat memahami tentang pembentukan
dan pengelolaan BUMDES, sehingga dapat dijadikan sebagai penggerak perekonomian
masyarakat desa dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa, khususnya desa Paksebali yang masih terdapat KK miskin dan pengangguran.
BUMDES Paksebali
sebagai badan usaha telah membuka lapangan pekerjaan kepada masyarakat
Paksebali, berdasarakan observasi yang dilakukan masyarakat desa Paksebali yang
berkerja di unit usaha BUMDES sebanyak 62 orang yang rata – rata berkerja pada
unit usaha objek wisata dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Setempat).
BUMDES Paksebali
memberikan peluang bagi masyarakat desa untuk berkerja disini secara terbuka
sehingga masyarakat dapat berkerja sesuai dengan kemauan dan kebutuhan yang
disesuaikan dengan unit usahanya. Kesejahteraan masyarakat desa Paksebali
menurut observasi yang dilakukan peneliti setelah dibentuknya BUMDES Paksebali
mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan masyarakat desa paksebali.
Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke desa
Paksebali setelah dibentuknya unit usaha objek wisata selain itu unit usaha
simpan pinjam juga mampu membantu masyarakat desa Paksebali dalam memenuhi
kebutuhannya. Pelaksanaan Otonomi Desa yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa Paksebali
dijalankan sesuai dengan ketentuan otonomi daerah yakni pemerintahan desa
dilakukan secara mandiri. Proses pembentukan kebijakan desa melalui musyawarah
yang didasari oleh undang – undang yang disepakati bersama merupakan bentuk
dari pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Paksebali.
BUMDES Paksebali merupakan
hasil dari proses otonomi daerah yang berlaku, unit – unit usaha yang
dijalankan oleh BUMDES dalam setiap kegiatannya melibatkan masyarakat yang
merupakan tujuan dari dijalankannya otonomi daerah oleh kebijakan pemerintah
melalui undang – undang yang berlaku. Proses otonomi daerah yang dilakukan oleh
pemerintahan desa Paksebali juga terbantu karena dengan adanya BUMDES
masyarakat dilibatkan dalam partisipasi aktif membangun desanya secara mandiri.
Kiprah dan Peran BUMDES Desa Paksebali
Dikutip dari baliekbis.com, Kehadiran
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Paksebali, Dawan Klungkung selain memberdayakan
potensi ekonomi desa, juga mampu mengurangi angka kemiskinan dengan menyerap
tenaga kerja setempat. BUMDes telah merekrut puluhan tenaga kerja yang diambil
dari warga miskin setempat.
Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Provinsi Bali memberikan bantuan dua mesin pelet yang akan
mengolah sampah menjadi pelet sebagai bahan energi listrik. Dengan adanya mesin
pelet tersebut, dua truk sampah yang setiap harinya dihasilkan desa bisa diolah
menjadi pelet maupun pupuk.
BUMDes Paksebali
yang dibentuk tahun 2014 kini telah memiliki lima unit usaha yakni simpan
pinjam, desa wisata Tukad Unda, usaha air bersih, pasar desa dan usaha
pengolahan sampah.
Dikatakan BUMDes
berkembang cukup bagus dengan omzet Rp1,1 miliar lebih/tahun dan memiliki
untung Rp45 juta. Meski untungnya tak terlalu besar, tapi masyarakat di desa
ini bisa berkembang, dan terserap tenaga kerjanya.
Sebelum ada usaha
air bersih yang dikelola melalui UED (Usaha Ekonomi Desa) pada tahun 80-an,
warga masih sulit dapat air bersih. Kini warga bisa menikmatinya. Usaha simpan
pinjam juga bisa mendukung kegiatan ekonomi warga. Dan saat ini dengan bantuan
mesin pelet dari Bank Indonesia, selain masalah sampah teratasi juga memberi
nilai tambah berupa pupuk dan pelet yang sekaligus untuk mendukung pengembangan
desa wisata yang dikelola BUMDes.
Gambar: Suasana Bantuan bedah rumah di Paksebali (Sumber:
https://bali.antaranews.com/)
Diperkirakan dua
unit mesin pelet bantuan BI ini mampu mengolah sampah 200 kg/jam. Sementara
pelet yang dihasilkan akan dijual ke PLN dengan harga sekitar Rp400/kg. belum
bisa diprediksi kentungan dari mesin ini karena belum lama beroperasi. Namun
setidaknya bisa menghasilkan pupuk dan masalah sampah teratasi. Untuk mendapatkan
sampah, pihak BumDes mempekerjakan sejumlah tenaga yang mengambil sampah dari
rumah warga sebelum nantinya diproses di mesin pelet. Di desa tersebut ada 8
banjar dengan jumlah KK sekitar 1.300. Tiap KK dikenakan iuran sampah Rp10 ribu
dan Rp15 ribu bagi pengusaha.
Pemberdayaan Masyarakat Desa Paksebali
Kabar Bali &
Nusra (13/12/2018), bali.bisnis.com, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali
memberikan sumbangan dua unit mesin pellet vertikal kepada Desa Paksebali,
Kabupaten Klungkung untuk meningkatkan produksi pellet.
Gambar: BI sumbang dua mesin pelet ke Desa Paksebali
(Sumber:
https://bali.bisnis.com/)
Dukungan dari Bank
Indonesia ini diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi untuk wilayah
penerima bantuan yaitu di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
Selain itu, dapat turut mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi Bali yang
inklusif dan berkesinambungan melalui program Bersih Indonesia
Kegiatan ini
mempunyai arti penting karena merupakan penguatan sinergi dan kolaborasi dalam
mendukung kegiatan pemberdayaan ekonomi melalui penguatan edukasi masyarakat di
bidang ekonomi.
Efektifitas Peran BUMDES dalam
Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengelola Sampah
Berdasarkan dari
hasil penelitian Dewata, dkk. (2019). Efektivitas
BUMDES Paksebali terhadap pemberdayaan masyarakat desa diukur tidak hanya dari
sasaran atau target yang dicapai. Tetapi melihat dari input seperti sumber daya
yang dimiliki, kemudian proses dalam pengelolaan BUMDES Paksebali juga menjadi
bagian penting dari pengukuran efektivitas. Oleh karena itu Dewata dkk. menjelaskan
Efektivitas BUMDES Paksebali terhadap pemberdayaan masyarakat desa menggunakan
teori Pengukuran Efektivitas menurut Masruri, M (2017), yaitu menggunakan :
Pendekatan Sumber, Pendekatan Proses, dan Pendekatan Sasaran.
1. Pendekatan Sumber
Pendekatan Sumber
adalah pengukuran efektivitas yang dilihat dari bagaimana BUMDES Paksebali
untuk memperoleh dam memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber daya manusia
secara maksimal mungkin untuk mencapai tujuan maupun target awal dari BUMDES
Paksebali. Pendekatan Sumber meliputi pemanfaatan potensi desa dan pemanfaatan
sumber daya manusia. Pemanfaatan sumber daya manusia yang dilakukan BUMDES
Paksebali masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan belum banyak masyarakat
Paksebali yang memiliki pengetahun seputar BUMDES Paksebali. Keterbatasan
pengetahuan ini karena pelaksanaan Musyawarah Desa memang belum bisa menampung
masyarakat dalam ukuran banyak. Musyawarah Desa ini masih mengandalkan pada
pihak-pihak yang penting saja. Selain hal tersebut, masyarakat desa Paksebali
masih belum menerima pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan
masyarakat tersebut terutama dalam hal kepegawaian di BUMDES itu sendiri.
Pendekatan Sumber Daya Alam yang telah dilakukan oleh BUMDES Paksebali adalah
dilakukan melalui berbagai macam tahapan yakni pada awal dibentuknya unit –
unit usaha yang dijalankan oleh BUMDES Paksebali masih memfokuskan pada usaha
yang dilakukan di kantor yakni simpan pinjam, kemudian melihat potensi desa,
maka BUMDES Paksebali mengembangan unit usaha baru yakni unit usaha PAM Desa,
Objek Wisata dan juga TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu). Ketiga unit usaha
tersebut sangat membutuhkan suatu lahan yang digunakan untuk unit usaha yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik. Mengingat lahan yang digunakan oleh
BUMDES adalah lahan desa dengan kepemilikan hak yang
dimiliki oleh masyarakat, maka BUMDES sebagai pelaksana
kerja disini juga memberikan timbal balik kepada masyarakat dengan cara menyewa
lahan tersebut dengan pembayaran yang telah ditentukan.
2. Pendekatan Proses
Pendekatan proses
adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan
proses internal atau mekanisme organisasi. Kerjasama merupakan salah satu
mekanisme organisasi dalam menjalankan fungsinya, kerjasama baik dengan pihak
pemerintah desa maupun swasta. Kerjasama yang dilakukan oleh BUMDES Paksebali dengan
dengan Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI), Badan Pemberdayaan Desa Kabupaten
Klungkung, SOBEK, dan
Bank Indonesia beserta Bank Swasta lainnya .
Sesuai dengan
fungsinya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja manajemen BUMDES Paksebali
dari segi fasilitas memberikan sarana kesehatan dan keselamatan kerja meliputi
masker dan sepatu bot yang digunakan oleh unit Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu, untuk sementara topi dan kaca mata belum disediakan. Fasilitas yang merupakan
komponen penting dalam pengukuran pendekatan proses dinilai masih terdapat
kekurangan dalam kelengkapan yang dimiliki oleh BUMDES Paksebali. Kesiapan
fasilitas yang dimiliki oleh BUMDES Paksebali kurang dapat melengkapi kebutuhan
pelaksanaan unit unit kerja yang dikelola oleh BUMDES termasuk dalam kesiapan
fasilitas bagi masyarakat yang berkerja di BUMDES sebagai pegawai tenaga kasar
masih belum cukup memenuhi persyaratan kerja.
3. Pendekatan Sasaran
Pendekatan sasaran (goals approach) memfokuskan pusat
perhatian pada output, mengukur
keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Pendekekatan sasaran dibagi
menjadi pendekatan berdasarkan kesejahteraan sosial dan otonomi daerah BUMDES
Paksebali sebagai badan usaha telah membuka lapangan pekerjaan kepada
masyarakat Paksebali, berdasarakan observasi yang dilakukan masyarakat desa
Paksebali yang berkerja di unit usaha BUMDES sebanyak 62 orang yang rata – rata
berkerja pada unit usaha objek wisata dan TPST.
BUMDES Paksebali
memberikan peluang bagi masyarakat desa untuk berkerja di sini secara terbuka
sehingga masyarakat dapat berkerja sesuai dengan kemauan dan kebutuhan yang
disesuaikan dengan unit usahanya. Kesejahteraan masyarakat desa Paksebali
menurut observasi yang dilakukan peneliti setelah dibentuknya BUMDES Paksebali
mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan masyarakat desa paksebali.
Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke desa
Paksebali setelah dibentuknya unit usaha objek wisata selain itu unit usaha
simpan pinjam juga mampu membantu masyarakat desa Paksebali dalam memenuhi
kebutuhannya.
Pelaksanaan Otonomi
Desa yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa Paksebali dijalankan sesuai dengan ketentuan
otonomi daerah yakni pemerintahan desa dilakukan secara mandiri. Proses
pembentukan kebijakan desa melalui musyawarah yang didasari oleh undang –
undang yang disepakati bersama merupakan bentuk dari pelaksanaan otonomi daerah
yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Paksebali.
BUMDES Paksebali merupakan
hasil dari proses otonomi daerah yang berlaku, unit – unit usaha yang
dijalankan oleh BUMDES dalam setiap kegiatannya melibatkan masyarakat yang
merupakan tujuan dari dijalankannya otonomi daerah oleh kebijakan pemerintah
melalui undang – undang yang berlaku. Proses otonomi daerah yang dilakukan oleh
pemerintahan desa Paksebali juga terbantu karena dengan adanya BUMDES
masyarakat dilibatkan dalam partisipasi aktif membangun desanya secara mandiri.
Faktor Penghambat Efektivitas BUM Desa
dalam Pemberdayaan Masyarakat di Desa Wisata Paksebali.
Adapun beberapa faktor penghambat dalam BUMDES
dalam melakukan pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat desa Paksebali merasa
jumlah penghasilan yang didapatkan dalam melakukan perkerjaan di BUMDES
Paksebali masih kurang sehingga memilih untuk berkerja di luar desa ataupun
berkerja di perusahaan swasta, selain itu kriteria dan persyaratan untuk
berkerja di BUMDES Paksebali terbilang cukup sulit apabila diperuntukan untuk masyarakat
desa. Hal ini dilihat dari kesulitan yang dialami oleh pengurus BUMDES dalam mencari tenaga kerja yang
dibutuhkan. BUMDES Paksebali mengalami kendala pada saat mencari tenaga kerja
untuk bidang pembukuan untuk unit usaha BUMDES, karena tenaga kerja yang
melamar yang ada di masyarakat desa masih sebagian besar pendidikan terakhirnya
adalah SMA. Faktor lainnya adalah kendala yang dihadapi dalam proses
operasional yang dilakukan oleh unit BUMDES yakni unit objek wisata yang
membutuhkan penanganan secara professional, hal ini dikarenakan unit objek wisata
merupakan unit usaha yang bergerak dalam mengelola kepariwisataan yang merupakan
kegiatan hospitality atau pelayanan
berdasarkan kepuasan wisatawan yang berkunjung sehingga tentu saja dibutuhkan
tenaga yang ahli dalam bidangnya yakni bidang pariwisata. Hal ini sesuai dengan
penyampaian ketua BUMDES Paksebali yang mengalami kesulitan dalam merekrut
tenaga professional dikarenakan faktor unit usaha yang berada di desa mengurangi
minat calon tenaga kerja yang masih memandang kurangnya pendapatan yang
nantinya akan dihasilkan apabila berkerja di BUMDES.
Selain dari masalah-masalah
di atas, dalam menjalankan programnya didasari oleh perencanaan yang telah
direncanakan bersama seluruh pengurus BUMDES dengan pertimbangan dan masukan
dari pemerintahan desa Paksebali. Unit – unit usaha yang dikelola oleh BUMDES
Paksebali diawali oleh modal dari anggaran yang telah dialokasikan oleh desa
Paksebali, permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan ini adalah dalam hal
permodalan yang ternyata masih kurang cukup dalam menjalankan unit usaha
terutama unit usaha PAM
Desa dan TPST karena kedua unit usaha tersebut merupakan unit usaha yang menggunakan
fasilitas infrastruktur yang menggunakan biaya pembuatan dan perawatan yang
cukup mahal.
BUM Desa Paksebali Sulap Sampah Jadi
Rupiah
Badan Usaha Milik
Desa (BUMDES) Paksebali di Kabupaten Klungkung, Bali, selain berpartner dengan
koperasi PT. Indonesia Power, baru-baru ini mendapat hibah mesin pengolah
sampah plastik dari Bank Indonesia Provinsi Bali. Kehadiran dua unit mesin tambahan
sebagai pelengkap Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) itu seakan menjadi amunisi
yang memotivasi mereka menghasilkan peluang ekonomi dengan mendaurulang sampah,
termasuk bahan plastik menjadi sesuatu yang lebih bernilai. BumDes itu
merupakan pengelola Tempat Pengolahan Sampah (TPS) di Desa Paksebali,
Klungkung, yang bangunannya baru diresmikan awal Desember 2018.
Di lahan seluas
sekitar 2,5 are itu, I Made Mustika Ketua BUMDES Paksebali mengoordinasi 14
orang pekerja yang dibagi tugas dalam dua “shift” (giliran) untuk mengolah
sampah. Setiap harinya, rata-rata TPS itu menerima sekitar dua truk sampah yang
terdiri dari sampah organik dan anorganik atau sampah plastik hasil limbah
rumah tangga.
Menggunakan mesin
TOSS, limbah itu akan diolah menjadi pelet yang dapat dimanfaatkan sebagai “gasifier” atau bahan bakar mesin
pembangkit listrik serta energi alternatif untuk kebutuhan rumah tangga dalam
bentuk briket.
Pelet dapat
diproduksi dari sampah organik atau bisa
juga dari campuran sampah plastik yang kemudian dipilah untuk selanjutnya
menjalani proses komposting dengan cairan bio activator.
Bisa juga
menggunakan cairan bioactivator secara alami yang dibuat dengan buah busuk
dicampur gula pasir atau gula merah. Namun mereka harus menunggu hingga tiga
bulan sebelum bisa menggunakan cairan bio vator alami itu, lalu setelah sekitar
dua minggu, maka sampah yang sudah terfermentasi itu akan dicacah dengan dicampur
air. Campuran itu, kemudian dimasukkan ke dalam mesin TOSS untuk diolah menjadi
pelet. Meski proses produksi saat ini baru dimulai, namun ia sudah berniat
melakukan penjajakan kerja sama bisnis dengan instansi terkait seperti salah satunya
dengan Indonesia Power.
Peluang ekonomi
cukup menggiurkan karena harga per kilogram pelet bisa mencapai kisaran
Rp400-Rp1.000 dengan satu mesin TOSS mampu memproduksi sekitar 200 kilogram
pelet per jam.
Mendaur ulang sampah
plastik menjadi pelet merupakan salah satu upaya mengurangi peredaran plastik
yang kerap mencemari lingkungan. Di Klungkung saja, permintaan pelet yang
digunakan sebagai bahan bakar mesin pembangkit listrik diperkirakan mencapai
sekitar 3,5 ton per hari. Jadi, potensi itu menjadi peluang bisnis baru
sehingga memberikan efek ganda untuk pemberdayaan ekonomi setempat.
Sejalan dengan
kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur
Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali
Pakai yang telah terbit pada 21 Desember 2018. Melalui peraturan itu, maka
pemerintah mewajibkan setiap produsen, distributor dan pemasok, serta pelaku
usaha untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan pengganti
plastik sekali pakai. Pergub itu juga sekaligus melarang untuk memproduksi,
mendistribusikan, memasok, dan menyediakan plastik sekali pakai seperti kantong
plastik, polysterina atau styrofoam dan sedotan plastik. Tim juga dibentuk
untuk melakukan edukasi, sosialisasi, konsultasi, bantuan teknis,
pelatihan/pendampingan dan penggunaan bahan non-plastik oleh produsen,
distributor, penyedia, dan masyarakat pada umumnya serta penegakan hukum.
Sanksi akan
diberikan bagi pihak yang tidak mengindahkan peraturan itu dengan waktu enam
bulan bagi setiap produsen, pemasok, pelaku usaha dan penyedia plastik sekali
pakai untuk menyesuaikan usaha sejak aturan itu diundangkan. Kalangan pengusaha
di Bali mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam melarang penggunaan
plastik, termasuk dalam pelayanan konsumen di sejumlah toko modern dan pusat
perbelanjaan. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bali Anak Agung
Alit Wiraputra mendorong sosialisasi harus terus dilakukan, karena hal yang
sulit adalah mengubah budaya masyarakat yang sudah terbiasa dengan penggunaan
plastik itu. Pelaku usaha juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dengan
kebijakan tersebut mengingat mereka mengalokasikan anggaran sebelumnya untuk
membeli plastik. Melihat dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pencemaran
sampah plastik itu, kesadaran masyarakat juga perlu terus diperkuat.
Keterlibatan BumDes
dalam mengolah sampah plastik menjadi peluang ekonomi di Klungkung itu bisa
menjadi salah satu contoh peran masyarakat mengurangi plastik. Tak hanya itu,
elemen masyarakat luas juga diharapkan berkontrinusi, setidaknya dengan langkah
kecil seperti membawa kantong berbahan kain sendiri dari rumah khususnya ketika
berbelanja dan tidak membuang sampah sembarangan.
Sembari berjibaku
mengurangi pemanfaatan plastik, saatnya juga untuk semakin sadar mengumpulkan
sampah dari plastik. Setelah terkumpul, sampah plastik itu kemudian bisa dijual
kepada pengepul atau ditampung kepada badan usaha yang mengolah sampah untuk
didaur menjadi bahan bernilai. Setidaknya daur ulang sampah plastik itu dapat
menambah pundi-pundi rupiah.
USAHA
MENGURANGI TIMBULAN SAMPAH
Sosialisasi Pengurangan Timbulan
Sampah
Keseriusan desa
Paksebali dalam usahanya untuk mengurangi timbulan sampah tertuang dalam Peraturan
Desa Paksebali Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penglolaan Sampah, Pasal 8 tentang
pengurangan Sampah yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pengurangan
sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, meliputi kegiatan:
a. Pembatasan
timbulan sampah;
b. Pendauran ulang
sampah; dan/atau
c. Pemanfaatan
kembali sampah.
(2) Pemerintah Desa
wajib melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :
a. Menetapkan target
pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b. Memfasilitasi
penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. Memfasilitasi
penerapan label yang ramah lingkungan;
d. Memfasilitasi kegiatan yang mengguna ulang dan
mendaur; dan
e. Memfasilitasi
pemasaran produk-produk daur ulang.
(3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan
pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan
produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, didaur
ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan dapat diguna ulang,
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Desa.
Peraturan Desa
Paksebali Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penglolaan Sampah, Pasal 24 yang berbunyi
sebagai berikut:
Bentuk peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah
meliputi : a. menjaga kebersihan
lingkungan; b. aktif dalam kegiatan
pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan dan pengolahan sampah;
dan c. pemberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan, dan pendapat dalam upaya
peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya. Dari bunyi pasal 24 ayat b.
Tersebut di atas, Desa Paksebali memang betul-betul berkeinginan untuk
mengurangi timbulan sampah di desanya dengan mengajak peran serta masyarakat
desa untuk melakukan kegiatan pengurangan sampah.
Pasal 25 bebunyi
sebagai berikut: (1) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf a dilaksanakan dengan cara: a. sosialisasi; b. mobilisasi;
c. kegiatan gotong royong; dan seterusnya. Sebaik apapun sebuah peraturan,
ujungnya adalah bagaimana peraturan tersebut dipahami oleh mereka-mereka yang
terikat pada peraturan tersebut, itulah kenapa selanjutnya di pasal 25
Peraturan Desa tersebutkan tata cara pelaksanaanya, yaitu dengan cara Sosialisasi, mobilisasi, dan kegiatan
gotong-royong.
Edukasi Masyarakat Desa
Edukasi Masyarakat
Desa Paksebali telah dilakukan oleh perangkat desa kepada masyarakat tentang
cara-cara sederhana memilah sampah, mengumpulkan sampah rumah tangga, memilah
sampah organik, non organik dan B3 di dalam pekarangan rumahnya, untuk selanjutnya
diankut oleh petugas pengangkut sampah.
Gambar:
Edukasi masyarakat di desa Paksebali rutin dilaksanakan (Sumber: https://paksebali.desa.id/)
Sampah-sampah orgnik
dan plastik kresek bisa didaur menjadi pelet di TOSS, plastik yang bisa
dikumpulkan untuk dijual ke pengepul. Peraturan Desa mengenai pengelolaan
sampah juga disosialisasikan ke Masyarakat desa.
Sesuai dengan nota
kesepakatan antara PT Indonesia Power dengan Desa Paksebali tentang
pengembangan kelompok swadaya masyarakat “Nangun Resik” Desa paksebali, di sana
di sebutkan bahwa pihak pertama (PT Indonesia Power) mempunyai kewajiban
pendampingan dan pelatihan kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Nangun
Resik Desa Paksebali perihal pengelolaan sampah menjadi pelet/briket. Nantinya
kelompok swadaya masyarakat ini yang akan mensosialisasikan ke masyarakat
sebagai bentuk edukasi pada masyarakat desa.
Data World Economic
Forum tahun 2016 menunjukkan bahwa dari seluruh plastik yang dihasilkan, hanya
sekitar 2% yang didaur ulang secara efektif, 14% didaur ulang, 14% dibakar, 4%
menumpuk di TPA dan 32% mengotori lingkungan. Data tersebut menunjukkan bahwa upaya
penanggulangan plastik masih menyisakan celah yang membuat sampah plastik masih
tetap mencemari lingkungan.
Sampah yang didaur
ulang efektif hanya sekitar 2% pada data tersebut menggambarkan bahwa
pengelolaan sampah menjadi solusi yang perlu ditekankan. Solusi pengelolaan
sampah plastik yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki upaya pengelolaan
sampah dari tingkat terkecil yaitu masyarakat hingga pada ranah kebijakan
pemerintah. Pada tingkat masyarakat, diperlukan edukasi yang masif mengenai
pentingnya menjaga lingkungan dari sampah plastik.
Gambar: Kunjungan Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan
Direktur indonesia power kaitan pengolahan sampah di Desa Paksebali
Kemudian pada
lingkungan masyarakat perlu dioptimalkan pengelolaan sampah per satu wilayah
seperti sampah RW dan RT atau Desa, Dusun, Banjar dan Tempek (satuan unit
terkecil komunitas masyarakat bali, ini mirip dengan RT dalam komunitas
permukiman lainnya di Indonesia). Tujuannya adalah untuk meminimalisir
masyarakat membuang sampah ke sungai. Solusi ini dinilai sangat efektif
mengingat sampah masyarakat tidak tertangani akibat kurang optimalnya
pengelolaan sampah di perumahan warga.
Sekarang bisa kita
amati lingkungan sekitar kita, berapa banyak dalam 1 RT atau RW jumlah tempat
sampah kolektif yang tersedia? Beberapa daerah mungkin sangat sedikit bahkan
tidak ada begitu halnya yang ada di desa-desa di Bali, Berapa banyak jumlah
tempat sampah kolektif dalam satu desa, dusun, banjar atau tempek?.
Setelah itu,
ditelaah juga apakah petugas kebersihan mendapatkan kesejahteraan? Saya pikir
apabila pemerintah setempat mengalokasikan dana kenaikan upah bagi petugas
kebersihan tidak terlalu bermasalah. Hal ini akan membuat upaya pengelolaan
sampah menjadi lebih intensif.
Desa Paksebali kini sudah
dapat sumbangan dua buah mesin pengolah sampah plastik, yang nantinya akan
semakin menumbuhkan semangat masyarakat dan warga desa Paksebali dalam
mengelola sampah menuju “Nangun Resik” atau pembangunan kebersihan lingkungan.
Ajakan dan Himbauan
Saat ini pemerintah
tengah terus melakukan perbaikan penanggulangan sampah serta mendesain program
sehingga nantinya di tahun 2025, Indonesia akan bebas sampah dan 100% sampah
plastik sudah terkelola. Itulah yang dicita-citakan Indonesia di seluruh tanah
air Indonesia. Bahwasannya untuk saat ini hampir 80% sampah yang ada dilautan
berasal dari daratan yang terkirim melalui sungai sungai di daratan dan hanya 20% merupakan sampah yang
dihasilkan kapal maupun pulau pulau kecil yang ada. Itu artinya kesadaran masyarakat
untuk tidak membuang sampah sembarangan masih perlu ditingkatkan. Masih ada
yang membuang sampah ke sungai maupun tempat pembuangan sampah ilegal, untuk itu perlu dibangun kesadaran
berhenti membuang sampah sembarangan.
Terdapat empat poin
penting dalam penanganan sampah yaitu regulasi hukum, sarana prasarana,
kesadaran masyarakat serta penegakan hukum itu sendiri. Untuk itu Mentri
Lingkungan Hidup lewat Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun
Berbahaya, Rosa Vievien Ratnawati, dulu saat acara Parisadha
Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
(NCI) di Pantai Sanur ,depan Hotel Inna Bali Beach Garden , Sanur,
Minggu (29/4) mengajak kita semua untuk meningkatkan kesadaran dan turut
berpartisipasi melakukan gerakan gerakan bersama pengelolaan sampah. “Mari kita
wujudkan Indonesia yang bebas sampah dan 100% sampah yang ada dapat terkelola”,katanya.
Gaung bebas sampah atau nir sampah sudah digemakan,
ajakan dan himbauan diikuti oleh seluruh daerah di Indonesia, baik di tingkat
propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan sampai di desa-desa. Tidak terkecuali
desa Paksebali.
Wujud
nyata secara administratif bahwa Desa Paksebali mengajak dan menghimbau
masyarakatnya adalah dengan menerbitkan Peraturan Desa tentang pengelolaan
Sampah. Mengajak warga desa bagaimana menangani sampah dengan baik dan minimal
risiko.
Konsep minimasi Limbah
Apa itu minimalisasi
limbah? Minimalisasi limbah mengacu pada pengurangan penggunaan sumber daya dan
energi, metode daur ulang, atau pembuangan limbah. Setiap proses yang dirancang
untuk mengubah fisik, kimia, atau komposisi biologis limbah seperti pemadatan,
penetralan, pengenceran, dan pembakaran tidak dianggap sebagai praktik
minimalisasi limbah.
Minimalisasi limbah
mengacu pada strategi yang bertujuan untuk mencegah pembuangan melalui hulu, di
sisi produksi, strategi ini berfokus pada pemanfaatan secara optimal sumber
daya dan penggunaan energi dengan menurunkan kadar racun selama proses produksi
untuk meminimalkan limbah dan dengan demikian meningkatkan efisiensi sumber
daya sebelum proses pengolahan misalnya dengan peyeumisasi sampah, daur ulang
sampah plastil, dll. Di sisi konsumsi, strategi minimalisasi limbah bertujuan
untuk memperkuat kesadaran lingkungan dan tanggung jawab untuk mengurang
limbah.
Manfaat Minimalisasi
Limbah. Minimaliasi limbah memberikan manfaat ekonomi seperti penggunaan input
lebih efisien untuk mengurangi pembelian bahan baku. Produsen akan melihat
pengurangan limbah sebagai penurunan biaya volume Non-Produk Output (NPO), penghematan biaya tambahan dapat diwujudkan
melalui Sistem Manajemen Bahan Kimia
Berbahaya dan Beracun, program minimalisasi limbah juga dapat berkontribusi
untuk ukuran keberhasilan dalam hal pangsa pasar, pertumbuhan pendapatan dan
penghematan biaya. Program daur ulang yang tepat bermanfaat mengkonversi biaya
menjadi aliran pendapatan saat volume komoditas meningkat. Penurunan volume
limbah berbahaya juga dapat mengurangi kadar racun selama proses daur ulang
sampah yang dapat mengakibatkan pekerja lebih sedikit terkena paparan racun dan
meningkatkan secara keseluruhan dalam kesehatan kerja. Faktor ini biasanya
berdampak pada peningkatan kepuasan pekerja dan retensi, serta pengurangan
potensi resiko dan kewajiban terkait dengan penggunaan, penyimpanan dan
pembuangan bahan berbahaya.
Minimalisasi limbah
juga akan berdampak pada lingkungan, TOSS adalah salah satu implementasi riil
dari konsep minimalisasi limbah, perusahaan dalam hal ini Indonesia Power
mendapatkan keuntungan ketika menerapkan Sistem TOSS, Masyarakat juga
memperoleh benefit berupa pembelian dari hasil TOSS berupa Briket / pelet.
PENGOLAHAN
SAMPAH MODEL TEMPAT OLAHAN SAMPAH SETEMPAT (TOSS) DESA PAKSEBALI
Pengolahan Dengan System Tempat Olahan
Sampah Setempat.
Desa paksebali termasuk wilayah Kecamatan Dawan,
Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Desa ini termasuk daerah dataran rendah
dengan ketinggian ±100 m dari permukaan air laut, dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut : Di Sebelah Utara (Desa Loka Sari, Kecamatan Sidemen,
Kabupaten Karangasem), Di Sebelah Timur (Desa Sulang), Di Sebelah Selatan (Desa
Sampalan Tengah), Di Sebelah Barat (Sungai Kali Unda). Sebelum adanya TOSS di
Desa Paksebali, terlebih dahulu Pemkab Klungkung mengadakan kerjasama dengan PT
Indonesia Power atau IP, adalah sebuah anak perusahaan PLN menjalankan usaha
komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik. Semula kerjasama itu diawali
dengan ide untuk mensolusikan masalah sampah di kabupaten klungkung, dan gayung
bersambut, STT PLN yang mencari solusi Listrik kerakyatan melalui pengolahan
sampah setempat, memaknai Listrik kerakyatan dengan berbahan baku sampah itu
akam mewujudkan suatu jalinan kerjasama yang saling menguntungkan, sehingga
dengan adanya kerjasama itu maka terwujudlah peresmian Listrik Kerakyatan (LK)
di Kabupaten Klungkung Bali.
Bahan baku utama dari LK sendiri, yakni sampah. Pasalnya,
sampah selama ini menjadi masalah yang sangat serius di berbagai wilayah di
Indonesia, tidak terkecuali Kabupaten Klungkung, Kecamatan Dawan, atau lebih
khususnya Desa Paksebali. Akan tetapi dengan teknologi yang dikemukakan oleh
tim STT PLN, sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku energi. Bersama PT
Indonesia Power (IP), melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Klungkung, dan ditindaklanjuti dengan peresmian implementasi tempat olah sampah
setempat (TOSS) di wilayah Klungkung, Bali, bersama-sama IP dan Pemerintah
Kabupaten Klungkung, hal ini bertujuan untuk melakukan pemanfaatan terhadap
solusi sampah yang akan dijadikan bahan baku energi dengah metode Peyeumisasi. Program ini disinergikan
dengan program unggulan Pemkab Klungkung sendiri, yakni Gema Santi.
Tidak sekedar mensolusi permasalahan sampah tetapi TOSS
ini mampu mensolusi Listrik Kerakyatan, di kabupaten Klungkung, dan sampai saat
ini TOSS juga di bangun di desa Paksebali, yang bangunannya baru diresmikan
awal Desember 2018 memiliki lahan seluas sekitar 2,5 are, dan 14 orang pekerja
yang dibagi tugas dalam dua “shift” (giliran) untuk mengolah sampah. Setiap
harinya, rata-rata TPS itu menerima sekitar dua truk sampah yang terdiri dari
sampah organik dan anorganik atau sampah plastik hasil limbah rumah tangga.
Tujuan utamanya adalah bagaimana menciptakan desa yang Bebas Sampah.
Inisiatif TOSS sebagai suatu kerangka mengatasi
permasalahan sampah perkotaan yang sudah sangat kritis di negara ini juga
memberikan manfaat bagi Listrik Kerakyatan yang ditujukan untuk mengatasi
kekurangan pasokan listrik untuk daerah yang jauh dari jaringan PLN.
Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Desa Paksebali,
Klungkung tertata rapi. Sampah dalam kotak-kotak berukuran 2x1x1 (PxLxT) meter
tanpa bau busuk sama sekali meski disimpan lebih dari 1 hari. Sungguh jauh bila
dibandingkan dari kondisi tempat pembuangan pada umumnya.
SAMPAH dicampur dengan bio aktivator
untuk mempercepat proses fermentasi (kanalbali/RFH 16 Mei 2018 9:36/)
Hal ini disebabkan karena pola pengelolaan sampah di
tempat ini yang sudah menggunakan tehnik peyeumisasi. Ini adalah suatu cara
yang sederhana untuk mempercepat pembusukan alias melakukan fermentasi sampah
dengan menggunakan bio aktivator. Hebatnya, sampah kemudian bisa diolah menjadi
bahan pembakaran yang ujungnya bisa digunakan sebagai pembangkit tenaga
listrik.
Proses peuyemisasi merupakan hasil penelitian dari dua
peneliti Sekolah Tinggi Teknologi (STT) PLN, Supriadi Legino, dan Sony Jatmika
Sunda Jaya. Keduanya sudah membuat konsep
pada 2002 kemudian dilakukan berbagai uji coba.
Menurut Kanalbali 16 Mei 2018, Sampai pada 2015, ketika
STT PLN ingin menciptakan temuan listrik kerakyatan dengan membuat pembangkit
listrik skala kecil untuk membantu target pemeritah menyediakan listrik 35.000
MW, metode ini pun mulai diterapkan. "Saat itu alternatifnya pakai solar
atau energi matahari, tapi harganya masih terlalu mahal," sebut Arief
Noerhidayat, penanggungjawab proyek ini
di Klungkung dari STT PLN.
Keunggulan peyeumisasi karena peralatannya relatif
sederhana, pengolahan waktunya cepat, memanfaatkan energi dalam sampah dan
tidak perlu ada pemilahan antara sampah organik dan anorganik.
Proses peyeumisasi dilakukan dengan menempatkan sampah
pada boks berukuran 1x1x2. Kemudian, dilakukan penaburan bio aktivator yang
disebut A-TOSS. Komposisisnya untuk 1
ton sampah cukup 1 liter A-TOSS yang dicampur dengan 40 liter air. Campuran ini
disiramkan ke masing-masing kotak.
SAMPAH yang sudah diubah menjadi
palet siap digunakan sebagai bahan bakar (kanalbali/RFH 16 Mei 2018 9:36/).
Secara konseptual dibutuhkan 10 hari untuk bisa mengolah
sampah lebih lanjut. Namun dalam praktek di Klungkung, karena kebanyakan adalah
sampah organik, maka hanya diperlukan waktu selama 3 hari saja. Pada proses
itu, terjadi pengumpulan energi dari gas-gas seperti metana dan penurunan kadar
air 30-50 persen. Warna sampah pun menghitam dan bau busuk menghilang.
Sampah sudah siap dipanen kemudian dicacah dan diubah
menjadi Pelet. Pelet yang berupa bulatan-bulatan kecil mengandung kalori 3400
kcal/kg yang kemudian bisa dimanfaatkan dengan tiga cara. Pertama, langsung
dimanfaatkan sebagai bahan pembakaran layaknya arang. Kedua, untuk diubah
menjadi gas (gasifier) dan kemudian
digunakan untuk pembangkit listrik skala kecil. Ketiga, untuk pembangkitan
listrik skala besar yang dicampur dengan batubara.
Penggunaan pelet untuk bahan bakar sudah dimanfaatkan
oleh warga setempat dan sebagian terserap oleh PT Indonesia Power (IP) untuk
keperluan Coorporate Social
Responsibility (CSR). Adapun untuk gasifier,
pihak IP sudah membangun pembangkit listrik tenaga menengah dengan kapasitas
30-50 kv, di mana pelet dari sampah dapat menghemat solar hingga 80 persen. 50
kg pelet bisa digunakan untuk menghidupkan listrik selama 1 jam dengan kekuatan
50 Kw.
Adapun untuk pembangkit skala besar di mana pelet
digunakan untuk menggantikan batubara, pihak IP sudah membuat perjanjian dengan
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Paksebali yang telah memiliki Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Pihak
IP akan menyalurkan palet untuk keperluan PLTU Jeranjang di Lombok, Nusa
Tenggara Barat yang memiliki kapasitas 3x25 MW. Alokasinya diperkiraan berkisar
1-5 persen dari keseluruhan kapasitas pembangkitan. Saat ini, dalam masa uji
coba, sampah yang dibutuhkan mencapai 3 ton perhari untuk menghasilkan 200 kg
pelet.
Uji coba di Klungkung adalah yang pertama kali dilakukan
di Indonesia. Berawal ketika pihak STT PLN melakukan penawaran ke sejumlah pihak
untuk melakukan kerjasama ternyata Bupati Klungkung Nyoman Suwirta menunjukkan
ketertarikannya. Selanjutnya setelah Kabupaten Klungkung melakukan kerjasama
dengan IP, diikuti oleh desa-desa di Kabupaten Klungkung, salah satunya adalah
Desa Paksebali. Di Desa Paksebali, kerjasama diakukan antara Koperasi Karyawan
Indonesia Power dengan Badan Usaha Milik Desa (BumDes).
Investasi untuk penerapan peyeumisasi pada satu instalasi
pengelolaan sampah terpadu (IPST) sendiri mencapai Rp 100 juta, yakni untuk
keperluan pembuatan boks sampah, mesin pencacah serta bio- aktivatornya. Adapun
untuk operasional harian sektar Rp 100 ribu dengan melibatkan 10 orang pekerja.
Program Pemda Klungkung bekerjasama dengan Sekolah Tinggi
Teknik (STT) PLN dan Indonesia Power (IP) dalam bentuk Tempat Olah Sampah
Setempat (TOSS) dan merupakan program Listrik Kerakyatan ini, di tindak lanjuti
beberapa desa atau pemerintahan setingkat desa di Kabupaten Klungkung, program
ini betul-betul merupakan program pengolahan limbah organik dari dedaunan,
rerumputan dan pepohonan yang dijadikan sumber energi dan ekonomi alternatif. “proyek
ini adalah inovasi yang concern
menjaga lingkungan, karena Core-nya
adalah menciptakan produk listrik dimana energi primernya adalah biomass dari sampah," kata Direktur
Utama IP, Sripeni Inten Cahyani, kepada detikFinance di Pantai Lepang,
Klungkung, Bali, Selasa (12/12/2017).
Hampir 100 Persen sampah organik habis, bahkan briketnya
bisa jadi opsi untuk mengganti batu bara. Untuk mendukung pelaksanaan program
ini perlu adanya sosialisasi mengenai pengelolaan sampah ke sekolah-sekolah dan
warga masyarakat Klungkung agar masyarakat dan bahkan anak-anak juga paham
dengan baik pentingnya membebaskan desanya tari tumpukan sampah yang membusuk
dan tidak terolah di samping keterlibatan dan partisipasi masyarakat desa,
peralatan-peralatan sederhana seperti tempat-tempat sampah yang sudah terpilah
antara sampah organik, sampah non-organik, dan sampah B3 juga diperlukan.
Selain bantuan alat-alat untuk pengolahan sampah
setempat, bantuan IP juga diwujudkan dalam bentuk peralatan listrik berupa
instalasi pengolah gas yaitu mesin gasifier yang mengubah pelet menjadi
sin-gas. Gas ini untuk bahan bakar gas mesin sehingga menghasilkan listrik dan
instalasi mesin pembangkit listrik skala kecil. Mungkin benar adanya, bahwa perlu
adanya peningkatan lagi terutama dari skala ekonomisnya dan supply chain yang harus ditata benar.
Bagaimana kontinuitas dari sampahnya? Karena sampai saat penulis perkunjung ke
areal TOSS di desa Paksebali, sampah yang diperoleh sekitar 2 truk setiap
harinya, dan itu hanya sekitar 2-3 ton setiap
harinya sampah yang dihasilkan warga. Dari jumlah tersebut sekitar 20-30
persennya adalah sampah plastik serta residu, sementara untuk dapat
menghasilkan Listrik Kerakyatan yang ideal per TOSS minimal 5 ton sampah setiap
harinya. Tapi dengan sistem pemberdayaan
masyarakat di desa, di TPS-TPS kecil banjar-banjar dan tempekan (sejenis RT
kalau di daerah lain), itu akan terobosan sangat bagus dalam pengumpulan
sampah.
Indonesia Power, mendukung dana operasional untuk tahun
pertama yaitu tahun 2018 guna memastikan kontinuitas program ditahap awal.
Proyek yang berskala kecil dan ideal untuk per kecamatan ini juga dinilai manfaatnya
bisa langsung dirasakan.
Briket ini bisa untuk rumah tangga, gas dan listrik, yang
luar biasa adalah semua bersumber dari sampah. Metode peuyeumisasi ini juga
tidak berbau.
Foto:
Prins David Saut/detikFinance
Mesin
GASIFIER yang ada di Bali dari Indonesia Power
Bali dinilai oleh Indonesia Power, cocok untuk pilot
project ini karena memproduksi sampah organik hingga jutaan ton per hari.
Sampah-sampah yang berasal dari kegiatan upacara kebudayaan dan keagamaan itu
kini bisa menjadi sumber rejeki berbasis komunitas.
Sampah sisa upacara keagamaan di Bali, khususnya desa
Paksebali memang banyak sekali manfaatnya karena di Bali sering menggelar
upacara dan banyak menggunakan daun-daun, bunga, buah, dan janur yang mana
sampah jenis itu sesuai yang dibutuhkan dalam inovasi STT PLN. Kalau menunggu
pembusukan secara alami maka akan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan, namun dengan peyeumisasi, proses pembusukan
ini ini hanya 10 hari ditambahi cairan (bioactivator)
tadi.
Bali sebagai salah satu provinsi yang mendukung green
province juga dinilai ideal untuk penerapan inovasi lingkungan. Sehingga Indonesia
Power menetapkan Bali sebagai konsentrasi pengembangan energi terbarukan.
Diperkirakan, kalau satu kecamatan ada 18 desa, sebagai
model maka akan dibuat template distribusi dan supply chain oleh Indonesia Power sebagai sebuah Industri.
Kegiatan ini sudah dimulai dari masing masing desa di
Kabupaten Klungkung dengan mengelola Tempat Pengelola Sampah berkapasitas kecil
dengan cara mengolah sampah organik dan sampah non-organik, namun beberapa desa
masih menemukan kendala-kendala, baik itu tenaga kerja, pembiayaan, maupun
kapasitas mesin.
Sebelumnya pengelolaan sampah dengan metoda lama
membutuhkan waktu 3 bulan, sedangkan dengan metoda TOSS hanya diperlukan waktu
10 hari dengan penambahan lindi (proses peuyemisasi-inovasi dari STT PLN)
kemudian diolah dicacah dan dicetak menjadi pelet.
Pelet ini mengandung kalori 3400 kcal / kg yang dapat
dimanfaatkan utk keperluan memasak. Jika Pelet dimasukkan ke gasifier dapat menjadi sin-gas dan
menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Sampah sekaligus sebagai opsi
untuk dicampur dengan batubara.
Manfaat utama dari metode ini adalah pengelolaan sampah
secara tuntas, bahkan ke depan TPA mungkin tidak diperlukan lagi karena dari
TPS sampah sudah diolah menjadi pelet yang bermanfaat bagi warga sekitar
Sebagai bentuk kepeduliannya dalam mengatasi masalah
sampah plastik, dan melihat pelestarian lingkungan dibutuhkan partisipasi
seluruh lapisan masyarakat PLN Unit Induk Distribusi (UID) Bali memberikan
bantuan dua unit mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM)
mesin pirolisis ke Desa Paksebali di TPS 3R Nangun Resik Paksebali, Kecamatan
Dawan, Klungkung, Senin (25/11/2019).
Perbekel Desa Paksebali, Putu Ariadi sangat berterima
kasih dengan adanya bantuan dua unit mesin pengelolaan sampah dari PLN
tersebut. Dia mengaku selama ini mesin pengolahan sampah di desanya belum mampu
mengatasi permasalahan sampah plastik yang dihasilkan masyarakat. Sehingga
sampah plastik yang tidak mampu diolah di TPS 3R akhirnya dibuang ke TPA Sente,
Kecamatan Dawan.
SERAHKAN
BANTUAN: PLN Bali saat menyerahkan mesin pengolah sampah plastik di Desa
Paksebali, Klungkung , Senin (25/112019). https://wartabalionline.com/
Menurut informasi dari prebekel desa Paksebali,Setiap
harinya sampah yang dihasilkan warga sekitar 2-3 ton. Dari jumlah tersebut
sekitar 20-30 persennya adalah sampah plastik serta residu. Dengan peralatan
yang ada, baru 10 persen sampah plastik saja yang bisa diolah menjadi pelet.
Dengan adanya bantuan dua unit mesin itu, perangkat desa
Paksebali berharap pengolahan sampah plastik yang selama ini belum berjalan
maksimal bisa tertangani. Biasanya dua kali seminggu petugas sampah desa
membuang sampah plastik dan residu yang tidak bisa kelola ke TPA Sente.
Produsen mesin pirolisis, Fathul Azis mengungkapkan, bahwa
seluruh jenis sampah plastik yang ada dapat diolah menjadi BBM dengan alat itu.
Dengan waktu 2 jam, sekitar 10 kilogram sampah dapat diubah menjadi 7 liter
BBM. “BBM yang dihasilkan dari pengolahan sampah ini dapat digunakan untuk
mengoperasikan mesin pemotong rumput dan sepeda motor dua tak. Mesin pirolisis
ini dapat dioperasikan 24 jam.
Implementasi TOSS Metode Peyeumisasi
(Fregmenting)
Implementasi TOSS di desa Paksebali adalah untuk kategori
Sampah organik dan Non Organik dengan metode “Peyeumisasi” (Fregmenting). TOSS
atau Tempat Olah Sampah Setempat adalah sebagai suatu tahapan pada metode
Listrik Kerakyatan dalam menghasilkan waste
briquette (briket sampah) sebagai sumber energi. Kondisi ini disebabkan
oleh belum tersedianya sumber daya manusia yang memadai dalam upaya mengelola
sampah yang baik dan pendanaan atau finansial yang mendukung dalam upaya
mewujudkan kebersihan dan keindahan kota/desa, dimana jumlah dana yang
diperoleh dari retribusi kebersihan tidak sebanding dengan biaya operasional
kebersihan. Belum adanya studi kelayakan yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Klungkung terhadap pengelolaan sampah dan penataan dalam rangka
mewujudkan kebersihan dan keindahan lingkungan. TOSS adalah solusi cepat dan
dirasa cukup tepat diimlementasikan di desa-desa yang tersebar di beberapa
kecamatan di Kabupaten Klungkung.
Awal pengambilan keputusan penggunaan metode TOSS ini
dimulai dari keterbatasan yang dimiliki desa Paksebali diantaranya minimnya
sarana dan prasarana, teknologi pengolahan, mekanisme pengelolaan serta masih
banyak masalah terutama terhadap lingkungan. Salah satu masalah dengan
lingkungan adalah meningkatnya sampah di Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) yang
menimbulkan masalah keterbatasan lahan TPA dan biaya pemprosesan sampah di TPA
semakin besar. Penawaran kerjasama dengan IP yang dimulai dari Pemerintah
Daerah Kabupaten Klungkung merupkan angin segar yang ditindak lanjuti desa
untuk melakukan kerja sama dengan PT. Indonesia Power, dan mengajukan BumDes
untuk dermitra dengan koperasi IP dalam penjualan Briket hasil pengolahan
sampah.
Model Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) dalam kerangka
Listrik Kerakyatan (LK) dapat menjadi alternatif untuk menjawab dilema Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), karena sampah bisa dijadikan energi listrik di banyak
tempat yang dekat dengan sumbernya. Selain bermanfaat bagi lingkungan, TOSS
bisa memberikan peluang bisnis dengan pendapatan dari Tipping Fee, pupuk, energi listrik, dan penjualan briket. Briket
bisa dijual ke pembangkit LK sebagai bahan bakar dan ke PLTU atau pabrik yang
menggunakan batu bara untuk mengubah abu terbang dan abu dasar menjadi batubara
kembali atau menjadi material setara beton. TOSS memungkinkan mengembangkan
industri rakyat setempat sehingga membuka banyak lapangan kerja.
Hasil uji coba yang dilakukan oleh STT-PLN telah berhasil
menanggulangi sampah sebanyak 1 ton per hari (organik dan/atau non organik),
dikonversi menjadi briket sampah sebagai bahan bakar pembangkit listrik gas
sampah melalui proses gasifikasi. Terkait briket sampah ini, penelitian yang
dilakukan oleh STT-PLN di Laboraturium Pengujian Pusat Penelitian dan
Pengembangan teknologi Mineral dan Batu Bara (TekMIRA) Kementerian ESDM
membuktikan bahwa kadar kalori briket sampah ini berkisar antara 2500 kkal
(kalori rendah), 4.445 kkal (kalori sedang), dan 6.730 kkal (kalori tinggi).
Dalam hal ini, briket sampah ini mampu menjadi energi baru dan mampu
menggantikan energi batu bara.
Metode, kaitannya dengan metode dan teknologi yang akan
digunakan, untuk tahapan implementasi yang lebih menyeluruh dan komprehensif
adalah sebagai berikut:
1. Digester untuk sampah organik
Metode Biodigester adalah proses pengolahan sampah dengan
memanfaatkan ruangan kedap udara untuk membuat bakteri-bakteri baik yang mampu
mengubah dampak negatif sampah menjadi positif. Bakteri yang dikenal dengan
sebutan anaerobic mampu mengolah
sampah organik khususnya sisa makanan yang menjadi sumber utama bau sampah.
Manfaat Metode Biodigester ini adalah:
a. Menghilangkan bau busuk yang dihasilkan oleh sampah
organik yang tidak dikelola
b. Lindi sebagai bahan untuk proses “peuyeumisasi” pembuatan
briket, gas methan untuk kompor atau genset, pupuk cair
2. Metode Peyeumisasi
Dalam
proses Peuyeumisasi, seluruh sampah, baik organik dan non organik, di satukan
dalam suatu wadah bambu untuk kemudian ditutup terpal dengan memanfaatkan
bakteri anaerob sehingga sampah tersebut dapat menghasilkan suatu produk briket
sampah yang memiliki kadar kalori 2500 - 4000 kkal. Dalam hal ini, ada
sirkulasi udara dan penutupan sampah dengan terpal tersebut ditambahkan dengan
suatu blower agar mampu menjaga stabilitas suhu wadah pada 60 derajat celcius.
Dalam waktu 10 hari (instalasi), maka akan terpisahkan sampah organik dan non
organik.
3. Pemanfaatan Waste Briquette/Pellet untuk produksi listrik melalui
Gasifikasi
Waste
Briquette/Pellet dapat digunakan
untuk kebutuhan gasifikasi skala menengah dan perumahan dengan memanfaatkan
mesin gasifier (proses Pirolisa). Gas yang dihasilkan (Syngas) setelah
mengalami permurnian dapat digunakan sebagai bahan bakar Generator Listrik
serta dapat mengganti sumber bahan bakar lain seperti bensin & diesel.
Waste briquette/pellet tersebut dapat juga dimanfaatkan untuk kebutuhan
campuran dengan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang
menggunakan batu bara sebagai sumber energi. Dengan demikian akan dapat
mengurangi penggunaan batubara dan biaya produksi listrik serta waste briquette dapat dipakai sebagai
campuran batu bara pada PLTU.
Dinas Lingkungan Hidup dan Masyarakat Kabupaten Klungkung
semestinya dapat mengambil manfaat dari adanya kegiatan ini, yaitu pengetahuan
pemanfaatan limbah sampah sisa upacara keagamaan yang paling mendominasi jenis
sampah organik di desa Paksebali untuk digunakan sebagai energi listrik
sehingga terjaminnya ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi
pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup.
Prebekel/Kepala Desa Paksebali dan seluruh perangkat desanya perlu lebih meningkatkan
program sosialisasi pemanfaatan limbah sampah terutama sampah canang sisa hasil
sembahyang untuk dipilah, dikumpulkan, kemudian diangkut oleh petugas sampah
desa menuju lokasi TOSS sebagai bahan baku energi biomassa dan biogas.
Pihak Indonesia power sebagaimana tercantum di dalam nota
kesepahaman antara PT. Indonesia Power dengan Desa Paksebali Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung tentang Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat “Nangun
Resik” Desa Paksebali, Pada tahapan selanjutnya yang bisa dilaksanakan adalah
proses pendampingan kepada masyarakat dalam membuat biodigester sederhana yang
memakai bahan baku sampah organik dari sisa / bekas upacara keagamaan berupa
sampah daun, bunga, janur dll. serta aplikasinya dalam mengatasi kebutuhan
energi listrik.
Dukungan Pemerintah daerah setingkat Kabupaten juga
diharapkan baik berupa pendanaan ataupun hal lainnya, sehingga pengelolaan
sampah di Desa Paksebali itu tidak mengalami kemacetan.
Melalui proses peyeumisasi. Metode “Peuyeumisasi” yang
merupakan proses alami menggunakan keramba bambu yang mampu mengkonversi sampah
organik dan non-organik menjadi bahan bakar padat. Dari sinilah Konsep Zero Waste ditemukan karena seluruh
sampah dapat digunakan untuk bahan bakar padat. Hasil “peuyeumisasi” sampah
dikemas dalam briket (briquette)
untuk kerapatan energi lebih baik dan homogen, Bahan non-organik di dalam
briket akan menjadi bahan abu, yang kemudian bermanfaat untuk material bahan
banguan. Bahan plastik, karet, tekstil, dan lain-lain diolah menjadi “dodol
plastik” yang akan dicampurkan ke dalam briket sebagai senyawaan yang dapat
meningkatkan kadar kalori. Ada 2 fokus utama yang dapat memiliki nilai
intangible dan tangible. Pertama menyelesaikan masalah sampah pedesaan dan
kedua, waste briquette yang dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan campuran batu bara pada PLTD di wilayah kabupaten
Klungkung dan Paksebali.
Keuntungan Pengolahan Dengan System
Biodigester
1. Pemisahan sampah organik untuk dijadikan energi listrik
sementara sampah non-organik dijual atau dimusnahkan atau dijadikan briket
2. Sebagai contoh yang bisa cepat dilihat (early win)
3. Mendidik masyarakat untuk peduli kepada masalah sampah
memilah
4. Cara yang paling mudah dan cocok untuk lokasi yang sempit
5. Listriknya walaupun sedikit tapi cukup digunakan untuk
instalasi briketisasi dan lindinya untuk katalis fermentasi
Keuntungan Pengolahan Dengan System
Briketisasi
1. Tidak perlu proses pemisahan sampah dan semua sampah
diproses menjadi
2. briket untuk bahan bakar pembangkit listrik
3. Bisa menyelesaikan pengelolaan sampah secara tuntas dan
cepat
4. Menghasilkan briket listrik untuk dijual kepada
perusahaan listrik kerakyatan dan bahan bangunan yang dapat dijual atau
digunakan sendiri
5. Pengangkutan briket tidak menimbulkan polusi
DAMPAK
DAN MANFAAT YANG DIRASAKAN WARGA DESA PAKSEBALI
Kebersihan dan Estetika Lingkungan
Siapapun yang saat
ini sempat bermain ke desa Paksebali akan merasakan kebersihan desa tersebut,
kalau kita berkendaraan dari arah kota Klungkung, dipertigaan desa Satria belok
kanan, kira-kira satu kilometer kita kembali belok kanan menuju desa Paksebali.
Memasuki area desa Paksebali, walaupun masih terkesan desa dan banyak
tumbuh-tumbuhan disepanjang jalan tidak terlalu lebar untuk menuju kantor
kepala desa dari Desa Paksebali itu, kita akan merasakan resik dan bersihnya
desa dari sampah-sampak yang biasa ada pada desa-desa lain.
Pengolahan sampah
setempat yang melibatkan warga desa, aparat desa utamanya Badan Usaha Milik
Desa, selain manfaat terserapnya tenaga kerja bagi penduduk desa Paksebali,
juga kebersihan lingkungan sangat dirasakan. Penulis mencoba berkeliling desa
sambil mengamati jalan-jalan di desa maupun pekarangan-pekarangan rumah di desa
tersebut, ternyata hampir semua rumah tangga bersih dari sampah yang menumpuk,
hal ini desebabkan adanya himbauan dari aparat desa termasuk pecalang (personil
keamanan lokal adat Bali) ikut berpartisipasi dalam program kebersihan
masing-masing pekarangan rumah tangga.
Menurut I Putu
Ariadi, Prebekel Desa Paksebali, masyarakat yang tidak disiplin dikenakan
sangsi, masyarakat yang membuang sampahnya tidak pada tempatnya akan
dikembalikan sampah tersebut ke rumah yang bersangkutan, Pecalang juga punya
kewajiban mengawasi masyarakat yang membuang sampah sembarangan, bila diketahui
membuang sampah sembarangan, akan kena sangsi berupa denda uang. Masyarakat
pendatangpun yang kebetuan berkunjung e desa Paksebali dan membuang sampah
sembarangan akan dikenakan denda yang lebih besar dari penduduk desa setempat.
Masyarakat Bali
biasa melakukan upacara dengan berbagai sesajian berupa daun, bunga, buah dan
janur. Sisa-sisa upacara dan persembahyangan dulunya akan berserakan di jalan
ataupun depan pintu pekarangan rumah-rumah penduduk, namun sejak adanya perdes
tentang sampah di Desa Paksebali, dan ada Tempat Olahan Sampah Setempat (TOSS),
maka kebersihan desa Paksebali mengalami kemajuan pesat, sampah-sampah bekas
upacara keagamaan yang berupa janur, daun, buah dan bunga adalah material yang
sangat mudah terurai di dalam TOSS.
Apa sebenarnya yang
dimaksudkan dengan kebersihan? Kebersihan
adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan
bau. Di zaman modern, setelah Louis Pasteur menemukan proses penularan penyakit
atau infeksi disebabkan oleh mikroba, kebersihan juga bererti bebas dari virus,
bakteria patogen, dan bahan kimia berbahaya, dengan adanya tempat olahan sampah
setempat di desa Paksebali itu, penyakit dan infeksi akibat mikroba yang dibawa
oleh sampah tentunya sudah dapat diminimalisir.
Kebersihan adalah
salah satu tanda dari keadaan hygene
yang baik. Manusia perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar
sehat, tidak berbau, tidak malu, tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan
kuman penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. Kebersihan badan meliputi
kebersihan diri sendiri, seperti mandi, gosok gigi, mencuci tangan, dan memakai
pakaian yang bersih. Dengan standarisasi ketja yang baik seperti menggunakan
alas kaki, sarung tangan dan masker, di area kerja TOSS maupun disaat
pengambilan dan pengangkutan sampah, tentunya hak tersebut dapat menjaga
higienisitas dari pekerjanya.
Mencuci adalah salah
satu cara menjaga kebersihan dengan menggunakan air dan sejenis sabun atau
detergen. Mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan produk kebersihan tangan
merupakan cara terbaik yang diterapkan dalam praktek para pekerja TOSS dalam
mencegah potensi berbagai jenis penyakit.
Kebersihan
lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan tempat awam.
Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara mengelap segala perabot rumah,
menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan makan ,
membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah. Kebersihan
lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan membersihkan jalan di
depan rumah daripada sampah.
Tingkat kebersihan
berbeda-beda menurut tempat dan kegiatan yang dilakukan manusia. Contohnya,
kebersihan di rumah berbeda dengan kebersihan ruang bedah di rumah sakit,
ataupun di hotel.
Kebersihan dan
estetika merupakan dua hal yang saling berhubungan dan terkait, lingkungan yang
bersih dan resik akan merangsang kita untuk menatanya gar menjadi indah
dipandang mata.
Estetika berasal
dari bahasa Yunani (aisthetikos, yang
berarti "keindahan, sensitivitas, kesadaran, berkaitan dengan persepsi
sensorik"), yang mana merupakan turunan dari (aisthanomai, yang berarti "saya melihat, meraba,
merasakan"). Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb
Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan
lewat perasaan.
Meskipun awalnya
sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun
perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut memengaruhi penilaian terhadap
keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Prancis, keindahan berarti kemampuan
menyajikan sebuah keagungan. Orang Bali yang secara umun sangat intens bergaul
dengan dunia seni, maka ketika lingkungannya bersih dan resik, potensi dan
kreativitas masyarakat desa Paksebali tergugah untuk membuat desanya
meningkatkan nilai-nilai estetikanya, itulah sebabnya tidak heran setelah
permasalahan sampah sedikit demi sedikit dapat tertanggulangi, desa Paksebali
bergerak menuju ke arah menjadi desa wisata.
Keindahan tidak
selalu memiliki rumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat
terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal
dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the
beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar
keindahan, dan the ugly, suatu karya
yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak
biasanya dinilai buruk, namun estetika walaupun terlihat sangat relaif didalam
penilaian orang perorang, namun secara masyarakat kebanyakan dia memiliki
standar yang hampir mirip, yaitu : Resik, Nyaman, membuat kita betah dan senang
berada di lingkungan tersebut. Itulah kenapa Estetika ini memerlukan hal yang
sangat mendasar yaitu “Kebersihan”, bebas dari bau sampah yang mencemari udara,
bebas dari tumpukan sampah yang mencemari lahan dan tanah, bebas dari limbah
cair yang meracuni air bersih yang dikonsumsi masyarakat.
Pengurangan Pencemaran Udara, Tanah,
dan Air
Pencemaran udara,
tanah, dan air adalah bentuk-bentuk pencemaran lingkungan. Apa yang dimaksudkan
dengan pencemaran linkungan itu? Pencemaran Lingkungan merupakan proses
masuknya polutan ke dalam suatu lingkungan sehingga dapat menurunkan kualitas
lingkungan tersebut. Menurut Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
No. 4 tahun 1982, pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Umumnya, polutan
yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut berasal dari
hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, yang dihasilkan oleh
mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Selain itu, gas
dan asap tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun bahan
bakar, yaitu: CO2 (karbondioksida),
CO (karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).
Salah satu dari
banyaknya polusi yang terjadi diakibatkan oleh udara yang tercemar yang berasal
dari penumpukan sampah khususnya TPA system open
dumping. Dimana cara ini Tidak direkomendasikan Karena banyaknya potensi
Pencemaran lingkungan. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah juga dinyatakan Bahwa penanganan Sampah dengan Pembuangan
terbuka Terhadap pemrosesan Akhir dilarang. Namun, TPA yang telah dirancang dan
Disiapkan sebagai lahan urug saniter dengan mudah berubah menjadi sebuah TPA system
open dumping bila pengelola TPA
tersebut tidak konsekuen menerapkan aturan-aturan yang berlaku (Damanhuri,
1995).
Pengertian
pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12
mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas
manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor,
pembakaran sampah,sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan,
letusan gunung api yan gmengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut
Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian. Pencemaran
Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen
lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang
Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya
atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh
kegiatan manusia,sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Selain itu, pencemaran udara
dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan
normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di dalam udara dalam
jumlahdan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan
manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).
Dari
uraian panjang lebar di atas, TOSS di desa Paksebali telah membuat perilaku
masyarakatnya berubah secara signifikan dalam menangani sampah rumah tangganya,
begitu juga para pedagang, industri maupun pelaku pariwisata. Mereka yang
dulunya kebiasaan menimbun sampahnya dan mengurugnya, atapun tumpukan sampah di
TPA yang menyebarkan bau busuk kemana-mana, lalat berseliweran apalagi di musim
hujan, dengan sistem Tempat Olahan Sampah Setempat dan mengubah sampah menjadi
energi terbarukan, dan mengubah residu sampah jadi briket dan bahan bakar, maka
pencemaran udara, pencemaran tanah dan pencemaran air dalam tanah juga
terkurangi secara signifikan.
Karena dari 2 - 3
ton timbulan sampah di Paksebali terjadi setiap harinya, setidaknya 2 kendaraan
jenis truk sampah membuang ke TPA Kung
setiap hari. Menindak lanjuti permasalahan tersebut, Desa Paksebali berusaha
meminimalisir pembuangan sampah ke TPA Kung, dengan mengolahnya menjadi pelet
TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat), yang bekerjasama dengan PT Indonesia Power
(IP). "Kini yang dibuang ke TPA Kung hanya sampah residu, itupun hanya
sekali dalam Seminggu, setelah dibuang kita langsung urug dengan tanah supaya
tidak ada lalat," ujar Perbekel Desa Paksebali, I Putu Ariadi, kepada
NusaBali, Jumat (14/6 2019).
Di samping itu,
warga juga sudah mengolah sampahnya masing-masing baik sampah organik dan non
organik, sehingga mempercepat proses pengolahan sampah. Kemudian membuat jadwal
pengangkutan hari Kamis dan Minggu untuk sampah plastik dan residu, sedangkan
hari lainnya sampah organik. "Pemilahan agar sampah itu tidak bercampur
saat diolah di TPS 3R di Desa Paksebali," ujarnya.
NusaBali.com
- Petugas saat menguruk residu di TPA Kung, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung,
Jumat (14/6). .-DEWA
Sampah bukan lagi Merupakan Beban
Berat Bagi Masyarakat Desa Paksebali.
Menurut penuturan
kepala desa Paksebali, dengan terjalinnya kerjasama BumDes Paksebali dengan
koperasi Indonesia Power dalam pengelolaan sampah, maka retribusi sampah
rumahtangga maupun pedang dan pelaku pariwisata di desa Paksebali menjadi
berkurang besarannya.
Permasalahan sampah
desa Paksebali awalnya menggunakan TPA yang ada di desa Kung, kemudian Tahun
2016 mendapat bantuan dari kementerian PU berupa 2 Mesin pengolah sampah dan 1
buah mobil pengangkut sampah, dibangunkan gedung TPST dan dana sebesar 600 jt
untuk mengelola sampah. Mulai dari tahun 2016 itu Desa Paksebali dengan kepala
desanya terus berusaha memperbaiki tatakelola sampahnya, hingga di tahun 2018
terbentuklah kerjasama antara Pemerintah Desa Paksebali dengan PT Indonesia
Power untuk pengelolaan menggunakan sitem TOSS atau Tempat Olahan Sampah
Setempat, untuk pelet hasil olahan TOSS, Badan Usaha Milik Desa atau BumDes
bekerjasama dengan koperasi Indonesia Power.
Sanitasi yang Bersih
Sanitasi adalah
perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah
manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya
dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Bahaya ini mungkin
bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari
penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan
terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan
buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan
buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan agar sanitasi
tetap bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya: perawatan
rutin terhadap barang yang perlu di cuci seperti AC dll.), teknologi sederhana
(contohnya: kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya:
membasuh tangan dengan sabun).
Definisi lain dari
sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi
yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi lainnya
menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan
pengendalian lingkungan.
Definisi sanitasi
dari Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organisation = WHO) adalah sebagai berikut: "Sanitasi pada umumnya
merujuk kepada penyediaan sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran
manusia seperti urin dan feses. Istilah 'sanitasi' juga mengacu kepada
pemeliharaan kondisi higienis melalui
upaya pengelolaan sampah dan pengolahan limbah cair.
Sanitasi termasuk
didalamnya empat prasarana teknologi (walaupun seringkali hanya yang pertama
yang berkitan erat dengan istilah 'sanitasi'): Pengelolaan kotoran manusia (feces), sistem pengelolaan air limbah
(termasuk instalasi pengolahan air limbah), sistem pengelolaan sampah, sistem
drainase atau disebut juga dengan pengelolaan limpahan air hujan.
Sejak
disosialisasikannya tentang pentingnya hidup sehat dengan pengendalian sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terhadap masyarakat desa,
kemudian dikuatkan dengan disusunnya PerDes tentang sampah Desa Paksebali, maka
sebagian besar masyarakat Paksebali secara sadar melakukan pembersihan sanitasi
lingkungannya sendiri.
Bentuk dan tata cara
peran serta masyarakat desa Paksebali tertuang dalam Peraturan Desa Paksebali
Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penglolaan Sampah, Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut:
Bentuk peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah
meliputi : a. menjaga kebersihan
lingkungan; b. aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan,
pengangkutan dan pengolahan sampah; dan c. pemberian saran, usul, pengaduan,
pertimbangan, dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di
wilayahnya. Dari peraturan Desa tersebut tersirat bagaimana Pemerintah Desa
Paksebali mengajak peranserta masyarakatnya untuk menciptakan kebersihan yang
mana akan berdampak kepada bersihnya sanitasi di lingkungan desa.
Pasal 25 bebunyi
sebagai berikut: (1) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf a dilaksanakan dengan cara: a. sosialisasi; b. mobilisasi;
c. kegiatan gotong royong; dan seterusnya. Sebaik apapun sebuah peraturan,
ujungnya adalah bagaimana peraturan tersebut dipahami oleh mereka-mereka yang
terikat pada peraturan tersebut, itulah kenapa selanjutnya di pasal 25
Peraturan Desa tersebutkan tata cara pelaksanaanya, yaitu dengan cara
Sosialisasi, mobilisasi, dan kegiatan gotong-royong. Semua itu dilakukan secara
intensif oleh prebekel atau kepala desa dari Desa Paksebali dalam kaitannya memberdayakan
dan mengajak masyarakat untuk sama-sama perduli akan lingkungannya, sadar akan
arti bersih dan kesehatan yang diperoleh dengan pola hidup bersih.
Predikat Desa Wisata Pantas Untuk di
Sandang
Times Indonesia 09
Oktober 2019, pernah menulis di berita onlinenya bahwa Desa Wisata Paksebali,
Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali masuk dalam 25 besar nominasi Lomba
Desa Wisata Nusantara 2019 yang dilaksanakan Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI (Kemendes PDTT RI). Hal ini tidak
terlepas dari usaha seluruh komponen perangkat desa Desa Paksebali bersama-sama
asyarakat desanya dalam bahu membahu memajukan desanya.
Ketua BUMDes
Paksebali yang juga Pokdarwis Paksebali, Made Mustika menyebutkan salah satu
unit usaha yang dikembangkan Desa Paksebali adalah unit usaha pariwisata Kali
Unda. Menurutnya, Desa Paksebali memiliki beragam potensi wisata, mulai wisata
alam perbukitan, budaya, kerajinan dan destinasi lainnya. Dengan pengembangan
potensi tersebut, jumlah kunjungan wisatawan setiap tahun mengalami
peningkatan. Begitu juga dibidang pemberdayaan dengan membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan dari tahun sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber Journal dan Karya Ilmiah:
1.
Chairat, Eddy, dkk. 2018.
Sosialisasi Penerapan Tempat Olahan
Sampah Setempat (TOSS) Untuk dimanfaatkan Sebagai Energi Biomasa di Kota Pasir
Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu. Journal Sekolah Tinggi Teknik PLN. Terang
Vol. 1, No. 1, Desember 2018 e-ISSN:2655-5948
2.
Dewata, Wijaya, dan
Wismayanti, 2019. Efektivitas BUMDES dalam
Pemberdayaan Masyarakat
Desa di Desa Wisata Paksebali Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung. Journal
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana.
3.
Pramartha, Widhiawati,
dan Ciawi, 2013. Analisis Pengelolaan
Pengangkutan Sampah di Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung. Jurnal
Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, Volume 2, No. 2, April 2013
4.
Zulaehah dan Mirwan. 2015. Pemanfaatan Bioaktivator alami untuk
pengomposan Sampah organik. Jurnal Envirotek Vo. 9 No. 1.
5.
Rhofita, 2017. Peran Masyarakat Dalam Sistem Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga, (Studi Kasus di Desa Pasinan Lemahputih Kecamatan
Wringinanom Kabupaten Gresik), Conference Paper ·
Sumber Peraturan
6.
Permen PU No.
03/PRT/M/2013. Rencana Induk
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan, Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah
Rumah Tangga.
7.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2012, Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle melalui Bank
Sampah.
8.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2012, Tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
9.
Peraturan Desa Paksebali Nomor 5 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sampah.
10.
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung
Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah.
Sumber: Modul, Buku, Diktat, Online
11.
Modul Pelatihan Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat (USAID)
12.
BPS-Statistics Indonesia,
2018. Statistik Lingkungan Hidup
Indonesia 2018, Pengelolaan Sampah di Indonesia, Waste Management.
13.
sttplnsupriadi.blogspot.com Listrik
Kerakyatan danTOSS Sebagai Solusi Menanggulangi Sampah Perkotaan. Diakses tanggal 16 Desember 2019
14.
Damanhuri dan Padmi, 2010.
Diktat Kuliah TL-3104 Pengolahan Sampah,
Edisi Semester-I Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan ITB
15.
Wikipedia, Ensiklopedi
bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Sampah,
diakses tanggal, 14 Desember 2019.
16.
Wikipedia, Ensiklopedi
bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Limbah
, diakses tanggal, 14 Desember 2019.
17.
Wikipedia, Ensiklopedi
bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha_milik_desa
diakses tanggal, 14 Desember 2019.
18.
19.
https://www.kompasiana.com/yadi.s.legino/5b0347b6caf7db73ef2754d4/toss-dalam-konsep-listrik-kerakyatan?page=all diakses tanggal, 14 Desember 2019
20.
http://ebtke.esdm.go.id/post/2019/08/12/2312/potensi.tempat.olah.sampah.setempat.sebagai.energi.alternatif diakses tanggal, 14 Desember 2019
21.
https://kumparan.com/kanalbali/peyeumisasi-jurus-asyik-merubah-sampah-jadi-listrik, diakses tanggal,
14 Desember 2019
22.
https://baliberkarya.com/index.php/region/klk/Klungkung.html/?pages=13 diakses tanggal, 14 Desember 2019
LAMPIRAN-I
PERBEKEL DESA PAKSEBALI
KABUPATEN KLUNGKUNG
PERATURAN DESA
PAKSEBALI
NOMOR 5
TAHUN 2019
T
E N T A N G
PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERBEKEL
PAKSEBALI,
Menimbang
|
:
|
a.
b.
c.
|
bahwa sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat, apabila tidak dilakukan
pengelolaan secara baik dan benar dapat memberikan dampak negatif dari aspek
sosial, ekonomi dan lingkungan;
bahwa Pemerintah Desa Paksebali mempunyai kewenangan
dalam pengelolaan sampah di wilayahnya baik melalui penetapan kebijakan,
pembentukan produk hukum maupun tindakan implementasi;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Desa tentang
Pengelolaan Sampah;
|
|||||||
|
|
|
|
|||||||
Mengingat
|
:
|
Undang-Undang Nomor 69
Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II dalam Wilayah
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1655 ;
Undang-undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);
Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 274);
Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah Provinsi
Bali Tahun 2011 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5);
Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Daerah
Kabupaten Klungkung (Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung Tahun 2008 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2);
Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung (Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung
Tahun 2008 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 3);
Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Klungkung Tahun 2013-2033
(Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung Tahun 2013 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 1);
Peraturan Daerah
Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran
Daerah Kabupaten Klungkung Tahun 2014 Nomor 7).
|
||||||||
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PAKSEBALI
dan
PERBEKEL DESA PAKSEBALI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN DESA PAKSEBALI TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan
Desa ini yang dimaksud dengan :
1.
Desa Adalah Desa Paksebali.
2.
Badan permusyawaratan Desa (BPD) disebut BPD adalah Badan permusyawaratan
Desa (BPD) Paksebali.
3.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD
bersama Perbekel.
4.
Perbekel adalah
Perbekel Desa Paksebali
5.
Sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
6.
Sampah rumah tangga
adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
7.
Sampah sejenis sampah
rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau
fasilitas lainnya.
8.
Sampah spesifik adalah
sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan
pengelolaan khusus.
9.
Sumber sampah adalah
asal timbulan sampah.
10.
Penghasil Sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses
alam yang menghasilkan timbulan sampah
11.
Pengelolaan Sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah.
12.
Pengurangan sampah
adalah rangkaian upaya mengurangi timbulan sampah yang dilakukan melalui
kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau
pemanfaatan kembali sampah.
13.
Penanganan sampah
adalah rangkaian upaya dalam pengelolaan sampah yang meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.
14.
Pemilahan adalah upaya
penanganan sampah dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan
jenis, jumlah dan/atau sifat sampah.
15.
Pengumpulan adalah
upaya penanganan sampah dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
16.
Pengolahan adalah
upaya penanganan sampah dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah.
17.
Pemrosesan akhir
sampah adalah upaya penanganan sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
18.
Tempat Penampungan
Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut
ke tempat pendauran ulang, pengolahan dan/atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
19.
Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu yang selanjutnya disingkat TPST adalah tempat dilaksanakannya
kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan,
dan pemrosesan akhir sampah.
20.
Orang adalah orang
perorangan dan/atau kelompok orang.
21.
Badan usaha adalah
Badan Usaha Milik Desa.
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang
lingkup yang diatur dalam Peraturan Desa ini meliputi :
a. Tugas dan
Wewenang Pemerintah Desa;
b. Penyelenggaraan
Pengelolaan sampah;
c. Lembaga
Pengelola;
d. Hak dan
Kewajiban;
e. Insentif
dan Disinsentif;
f. Kerjasama
dan Kemitraan;
g. Pembiayaan
dan Kompensasi;
h. Bentuk dan
Tata Cara Peran serta Masyarakat dan Penyelesaian Sengketa;
i. Larangan;
j. Pelaksanaan,
Pengawasan dan Pengendalian;
k. Sanksi
administrasi dan denda;
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan atas
asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas keharmonisan dan keseimbangan,
asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Pasal 4
Pengelolaan
sampah bertujuan :
a. mengurangi
kuantitas dan dampak yang ditimbulkan oleh sampah;
b. meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup;
c. menjadikan
sampah sebagai sumber daya;
d. meningkatkan
efisiensi penggunaan bahan baku; dan
e. mengubah
prilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DESA
Pasal 5
Pemerintah
Desa dalam pengelolaan sampah mempunyai tugas :
a. menumbuhkembangkan
dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
b. melakukan
penelitian untuk pengembangan teknologi, pengurangan dan penanganan sampah;
c. memfasilitasi,
mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan
sampah;
d. melaksanakan
pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
e. mendorong
dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
f. memfasilitasi
penerapan teknologi tepat guna yang berkembang pada masyarakat setempat untuk
mengelola sampah;
g. melakukan
koordinasi antar lembaga desa, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat
keterpaduan dalam pengelolaan sampah; dan
h. mengijukasi
masyarakat, lembaga, kelompok dalam penanganan dan peengelolaan sampah.
Pasal 6
Pemerintah Desa dalam pengelolaan sampah mempunyai
wewenang :
a. menetapkan
kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional,
provinsi dan kabupaten;
b. menyelenggarakan
pengelolaan sampah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kreteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
c. melakukan
pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilakukan oleh desa
dan pihak lain;
d. menetapkan
lokasi TPS dan TPST sampah;
e. melakukan
pemantauan dan evaluasi secara berkala/rutin; dan
f. menyusun
dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan
kewenangannya.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 7
Pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:
a. Pengurangan
sampah; dan
b. Penanganan sampah.
Paragraf 1
Pengurangan Sampah
Pasal 8
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, meliputi kegiatan:
a. Pembatasan
timbulan sampah;
b. Pendauran
ulang sampah; dan/atau
c. Pemanfaatan
kembali sampah.
(2) Pemerintah Desa wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebagai berikut :
a. Menetapkan
target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b. Memfasilitasi
penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. Memfasilitasi
penerapan label yang ramah lingkungan;
d. Memfasilitasi
kegiatan yang mengguna ulang dan mendaur; dan
e. Memfasilitasi
pemasaran produk-produk daur ulang.
(3) Pelaku
usaha dalam melaksanakan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,
dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat
dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Desa.
Paragraf 2
Penanganan Sampah
Pasal 9
(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b meliputi:
- Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
- Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari
sumber dan/atau dari TPS ke TPST;
- Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan
pemindahan sampah dari sumber sampah ke TPS atau TPST;
- Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
- Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Perbekel.
Pasal 10
(1) Pemerintah
Desa menyediakan TPS/TPST sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Penyediaan
TPS/TPST sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi persyaratan teknis sistem
pengolahan sampah yang aman dan ramah lingkungan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 11
Penyediaan TPS/TPST agar memenuhi persyaratan teknis
sistem pengolahan sampah yang aman dan ramah lingkungan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11
dapat diubah menjadi TPST dengan pertimbangan efektif dan efisien.
Bagian Kedua
Pengelolaan Sampah Spesifik
Pasal 13
Pengelolaan
sampah spesifik terdiri atas:
a.
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun;
b.
Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c.
Sampah medis;
d.
Sampah yang timbul akibat bencana;
e.
Tebangan pohon;
f. Puing bongkaran bangunan;
g.
Sampah yang secara teknologi belum dapat
diolah; dan/atau
h.
Sampah yang timbul secara tidak periodik.
Pasal 14
(1) Setiap orang atau Badan dapat mengembangkan dan
menerapkan secara swadaya teknologi tepat guna untuk pengolahan sampah
spesifik.
(2) Pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.
(3) Pemerintah
Desa dapat mengembangkan secara swadaya teknologi pengelolaan sampah spesifik
yang ramah lingkungan.
(4) Penyusunan
perencanaan pengelolaan sampah spesifik dan penyelenggaraan pengelolaan sampah
spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dikoordinasikan pada Pemerintah
Daerah.
BAB V
LEMBAGA PENGELOLA
Pasal 15
(1) Pemerintah Desa dalam melakukan pengurangan dan
penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dan huruf b
dilaksanakan oleh BUMDes dan/atau unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi
dalam pengelolaan sampah.
(2) BUMDesa yang dimaksud juga mempunyai tugas pengawasan
terhadap pelaksanaan sesuai pasal 7 diatas.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Hak
Pasal 16
(1) Setiap orang berhak:
a. Mendapatkan
pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari
Pemerintah Desa dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;
b. Berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan dan pengawasan di bidang
pengolahan sampah;
c. Memperoleh
informasi yang benar, akurat dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan
pengelolaan sampah; dan
d. Memperoleh
pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan
lingkungan;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Perbekel.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 17
(1) Perorangan/setiap
orang berkewajiban menjaga kebersihan dengan
tidak membuang sampah/sisa makanan dan sejenisnya secara sembarangan ke tempat
yang bukan menjadi pembuangan sampah.
(2) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga
dan sampah sejenisnya wajib dikurangi dan menangani sampah dengan cara yang
berwawasan lingkungan.
(3) Setiap pemilik /penghuni/penanggung jawab bangunan
wajib memelihara kebersihan lingkungan sampai batas bahu jalan di sekitar
pekarangan masing-masing.
(4) Untuk
mempermudah pengendalian sampah, setiap pemilik /penghuni/penanggung jawab
bangunan wajib menyediakan tempat-tempat sampah dalam pekarangan masing-masing
sebagai tempat penampungan sampah harian yang dihasilkan.
(5) Ditempat-tempat
keramaian umum dan tempat-tempat tertentu lainnya disediakan tempat sampah guna
menampung sampah sampah kecil dari orang-orang yang berlalu-lalang di tempat
seperti lapangan, wisata desa.
(6) Tempat
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
Pasal 18
Setiap pedagang penjaja, pedagang kaki lima, dan
kios/warung diwajibkan menyediakan tempat penampungan sampah yang berasal dari
kegiatan usahanya.
Pasal 19
(1) Setiap orang atau Badan yang menyelenggarakan
keramaian umum, atau melakukan suatu kegiatan yang mengakibatkan timbulnya
keramaian, penangung jawab penyelenggara wajib menyediakan tempat sampah dan
menempatkan beberapa petugas kebersihan dengan tugas membersihkan sampah yang berasal dari pengunjung keramaian
tersebut.
(2) Pembersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat juga dilaksanakan oleh BUMDes yang mempunyai tugas di bidang pengelolaan
sampah atas permintaan penanggungjawab penyelenggara dengan membayar retribusi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Perbekel.
Pasal 20
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan
fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
BAB VII
KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerja sama
Pasal 21
(1) Pemerintah
Desa dapat melakukan kerja sama antar desa maupun supra desa dalam melakukan
pengelolaan sampah dengan persetujuan BPD.
(2) Kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama
pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.
(3) Pedoman
kerja sama dan bentuk usaha bersama antar desa dan supra desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 22
(1) Pemerintah Desa secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelola sampah dalam
menyelenggarakan pengelolaan sampah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama
antara Pemerintah Desa dan badan usaha yang bersangkutan.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 23
(1) Pemerintah Desa membiayai penyelenggaraan
pengelolaan sampah.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau sumber pembiayaan lain
yang sah dan tidak mengikat.
BAB IX
BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
Pasal 24
Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi :
a. menjaga kebersihan lingkungan;
b. aktif dalam
kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan dan pengolahan
sampah; dan
c. pemberian
saran, usul, pengaduan, pertimbangan, dan pendapat dalam upaya peningkatan
pengelolaan sampah di wilayahnya.
Pasal 25
(1) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf a dilaksanakan dengan cara:
a. sosialisasi;
b. mobilisasi;
c. kegiatan gotong royong; dan/atau
(2) Peningkatan
peran serta masyarakat sebagimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b dilaksanakan
dengan cara mengembangkan informasi peluang usaha di bidang persampahan;
dan/atau
(3) Peningkatan
peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c dilaksanakan
dengan cara:
a. penyediaan media komunikasi;
b. aktif dan secara cepat memberi tanggapan ;
dan/atau
c. melakukan jaringan pendapat aspirasi masyarakat.
Pasal 26
(1) Masyarakat dalam sistem pengelolaan sampah dapat
berfungsi sebagai pengelola, pengolah, pemanfaat, penyedia dana dan
pengawas.
(2) Masyarakat wajib melakukan pengurangan timbulan sampah
dari sumbernya yaitu melalui pendekatan pengurangan (reduce), penggunaan ulang
(reuse), pendauran ulang (recycle) serta melakukan pemisahan sampah.
(3) Masyarakat bertindak sebagai pengawas untuk
menjaga agar sistem pengelolaan sampah dapat berjalan dengan baik.
(3) Masyarakat dapat mengurangi pencemaran lingkungan
dengan memanfaatkan sampah untuk kegiatan ekonomi, baik dilakukan secara
perorangan atau kelompok, maupun bekerjasama dengan pelaku usaha.
(3) Masyarakat sebagai pengelola sampah berperan sebagai
sumber daya manusia untuk mengoperasikan maupun memelihara sarana dan prasarana
pengelolaan sampah.
(6) Masyarakat
berperan dalam membayar retribusi pengelolaan sampah.
(7) Masyarakat
wajib menjaga/memelihara sarana penunjang pengelolaan sampah.
BAB X
LARANGAN
Pasal 27
Setiap orang atau badan dilarang:
a. mencampur
sampah dengan limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. mengelola
sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
c. melakukan
penanganan sampah dengan sistem pembuangan terbuka di tempat pemrosesan
akhir;
d. membuang
sampah ke dalam sungai, bantaran sungai, got, saluran-saluran air, gang-gang,
taman, lapangan, badan jalan serta tempat-tempat umum lainnya;
e. membakar
sampah di jalan, jalur hijau, taman, tempat umum dan/atau di sekitar
pekarangan, sehingga menggangu ketertiban umum;
f. menutup selokan di sekitar pekarangan yang dapat
menghambat pembersihan sampah;
g. membuang
sampah di luar lokasi pembuangan yang telah ditetapkan; dan
h. membuang
barang-barang atau kotoran yang dikategorikan sebagai sampah spesifik seperti
benda tajam, pecahan kaca, batang-batang pohon, benda-benda berbau seperti
bangkai hewan, rambatan pagar halaman serta bongkahan bangunan harus
dimusnahkan sendiri.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 28
(1) Pengawasan dilakukan oleh para Kelihan Banjar Dinas,
Linmas dan para Kelihan Banjar Adat di wilayahnya masing-masing.
(2) Dalam melaksanakan tugas diberikan kewenangan yang
diatur dalam Peraturan Perbekel.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF DAN DENDA
Pasal 29
(1) Perbekel dapat memberi sanksi administrasi dan denda
bagi masyarakat yang kedapatan membuang sampah tidak pada tempatnya sesuai
ketentuan pasal 17 ayat (1);
(2) Perbekel dapat menerapkan sanksi administratif dan
denda kepada masyarakat yang tidak memenuhi kewajiban membayar sampah sampai tiga kali pembayaran rekening
tertunggak;
(4) Perbekel dapat memberikan sanksi berupa denda sebesar
250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu) bagi masyarakat luar Desa yang kedapatan
membuang sampah sebarangan di Wilayah Desa Paksebali sesuai dengan ketentuan
pasal 17 ayat (1);
(5) Sanksi administratif dan denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) dapat berupa :
a. tidak dapat
pelayanan administrasi di desa;
b. tidak dapat
pelayanan di BUMDesa;
c. denda yang
dimaksud ayat (1) sebesar Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah).
d. denda yang dimaksud ayat (2) sebesar Rp. 2.000,-
(Dua Ribu Rupiah).
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Peraturan Desa ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan, dan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam penetapan Peraturan Desa ini, maka akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Agar setiap orang mengetahui,
memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Desa.
|
Ditetapkan di Paksebali
Tanggal 17 Oktober
2019
PERBEKEL DESA PAKSEBALI,
I PUTU ARIADI
|
Diundangkan di Paksebali
Pada Tanggal 17 Oktober 2019
SEKRETARIS DESA PAKSEBALI,
I WAYAN KITA
LEMBARAN
DESA PAKSEBALI TAHUN 2019 NOMOR 5
EmoticonEmoticon